BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
SIDS (Surfaktan Infant
Distress Sindrom) adalah sebuah sindrom dalam prematur bayi yang di sebabkan
oleh insufisiensi perkembangan surfaktan produksi dan ketidakdewasaan
struktural dalam paru-paru. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan
dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995).
Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama hyaline membrane disease (HMD)
atau penyakit membrane hyaline, karena pada penyakit ini selalu ditemukan
membran hialin yang melapisi alveoli. SIDS sering di temukan pada bayi
premature. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan,
artinya semakin muda usia kehamilan ibu semakin tinggi kejadian SIDS pada bayi
tersebut. Sebaliknya, semakin tua usia kehamilan semakin semakin rendah
kejadian SIDS. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi
pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada
bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan
(matur). Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit
hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan
(Nelson, 1999). Selain itu kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang
lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan
misalnya, ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta
perdarahan antepartum.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini
untuk memperoleh pengetahuan mengenai SIDS (Surfactan Infant Distress Sindrom)
b. Tujuan Khusus :
1) Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tantang anatomi dan
fisiologi sistem pernapasan.
2) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang definisi SIDS.
3) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dan faktor risiko
SIDS.
4) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis SIDS.
5) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi SIDS.
6) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pathway SIDS.
7) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi SIDS.
8) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik
SIDS.
9) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan SIDS.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Anatomi dan Fisiologi
1.
Anatomi
Hidung – faring
– laring – trakea – bronkhus – bronkiolus – alveoli
a.
Hidung, memiliki fungsi untuk menyaring udara,
melembabkan udara, menghangatkan udara dan tempat untuk keluar masuknya O2 dan
CO2.
b.
Faring. Terletak tepat di belakang cavum nasi, dibawah
basis cranii dan didepan vertebrae I dan II.
c.
Laring. Yakni jalan udara dari faring ke seluruh nafas
lainnya. Berfungsi menghasilkan suara, tulang rawan tiroid dan merupakan tempat
pembentukan hormon tiroid.
d.
Trakea. Memiliki diameter 2,5 cm dan panjang 12 cm.
Terdiri 16-20 buah tulang rawan. Terdapat sel goblet yang berfungsi menyapu
partikel yang lolos dari saringan rongga hidung.
e.
Bronkus
f.
Bronkiolus.
g.
Alveoli, merupakan tempat pertukaran gas. Di dalamnya
terdapat seltipe II yang menghasilkan surfaktan agar alveoli tidak kolaps.
Terdapat makrofag iveolar/sel debu yang berfungsi memusnahkan mikro organisme
dan partikel asing (Evelyn Pearce, 1979)
2.
Fisiologi
Fungsi paru –paru adalah
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru
atau pernafasan eksternal, oksigen di ambil melalui hidung untuk disaring,
ihangatkan dan dilembabkan. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui faring,
laring, kemudian melalui trakhea
kemudian melalui pipa bronkhial menuju
ke alveoli dan berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonalis
didalam alveoli terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk memberikan
paru-paru kualitas elastis yang dibutuhkan untuk kemudahan bernapas. Tanpa
surfaktan, paru-paru cenderung akan kolaps, dan memaksa bayi kecil untuk
bekerja keras dalam bernapas.
Hanya satu lapis
membrane, yaitu membrane alveoli kapiler yang memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membrane ini dan diambil oleh hemoglobin ( sel darah merah)
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri kesemua bagian tubuh.
Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini
hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru,
karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membrane
alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa
bronkial dan trachea dipapaskan keluar melalui hidung dan mulut (Evelyn Pearce, 1979).
2.2 Definisi
Deteksi adanya surfaktan
paru, suatu fosfolipid aktif permukaan dalam cairan amnion , telah digunakan
untuk menentukan tingkat kematangan paru janin atau kemampuan paru untuk
berfungsi setelah lahir. Lesitin
merupakan surfaktan alveolar paling penting yang dibutuhkan untuk ekspansi paru
setelah lahir. Surfakatan ini meningkat jumlahnya setelah minggu ke 24 .
fosfoliipid paru yang lain , sfingomielin, tetap konstan jumlahnya, dengan
demikian, pengukuran lesitn (L) sehubungan dengan sfingomiein (S) atau rasio
L/S sebesar 2:1 digunakan untuk menentukan kematangan paru janin , rasio ini
tercapai pada usia gestasi sekitar 35 minggu (Hamilton, 1995).
Keadaan maternal tertentu dapat mengubah
perkembangan paru janin. Kondisi yang mempercepat pematangan paru ini umumnya
mengurangi aliran darah plasental-maternal. Hal ini mengakibatkan hipoksia janin, yang ternyata menekan janin,
sehingga meningkatkan kadar kastikoteroid darah yang mempercepat perkembangan
alveolar dan surfaktan. Kondisi-kondisi seperti ibu hipertensi , disfungsi
plasenta infeksi
atau pemakaian kastikoseroid mempercepat pematangan. Kondisi, seperti diabetes
kehamilan dan glomerulonefritis kronis, dapat menghambat pematangan paru janin.
Tanpa surfaktan bayi harus bekerja
keras untuk mengembangkan kembali kantung udara setiap kali bernapas. Terjadi
atelektasis (kolaps paru-paru), hipoksemia (oksigen dalam darah tidak adekuat),
dan hiperkapnia (kelebihan karbondioksida). Berkembang metabolik asidosis dan respirasi asidosis. Pada
akhirnya, terjadi kerusakan sel-sel paru, serum dan sel-sel darah putih bergabung
untuk membentuk material fibrosa yang disebut membran healin. Membran ini
mengisi kantung udara dan kemudian mengurangi elastisitas paru-paru (Hamilton,
1995)
Gerakan pernafasan janin dapat dilihat dengan
ultrasonografi sejak usia janin 11 minggu. Gerakan
pernapasan janin ini dapat membantu perkembangan otot dada dan mengatur volume
cairan paru. Paru-paru janin menghasilkan cairan yang merenggangkan rongga
udara dalam paru-paru. Cairan mengalir kedalam cairan amnion atau ditelan oleh
janin. Sebelum lahir, sekresi cairan paru berkurang. Pada proses persalinan
normal, sekitar sepertiga cairan akan diperas keluar. Bayi yang lahir melalu
sesaria tidak mengalami keuntungan proses ini, akibatnya mereka memiliki lebih
banyak kesulitan dalam bernapas. Sisa cairan yang tertinggi didalam paru-paru
biayasanya direabsosi ke dalam aliran darah bayi dalam waktu dua jam setelah
bayi lahir.
SIDS (Surfaktan Infant Distress
Sindrom) adalah sebuah sindrom dalam prematur bayi yang di sebabkan oleh
insufisiensi perkembangan surfaktan produksi dan ketidakdewasaan struktural
dalam paru-paru. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995).
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
1. Etiologi
a.
Kerusakan awal paru yang menyebabkan permeabilitas kapiler paru
yang kemudian menyebabkan perembesaran cairan amnion ke dalam alveoli dalam
jumlah banyak.
b.
Masa gestasi yang kurang dari 36 minggu (prematur) (Sarwono, 1990)
2. Faktor Risiko
a. Diabetes Maternal pada saat
intranatal yang menyebabkan hipoksia janin.
b. Sectio caesar yang dipengaruhi
oleh anasthesi (Sarwono, 1990).
2.4 Manifestasi Klinis
a.
takipnea
b.
pernapasan merintih
c.
retraksi intercostal dan subcostal
d.
pernapasan cuping hidung
e.
sianosis
f.
hipotensi sitemik
g.
menurunnya daya komplian paru
h.
penurunan keluaran urin
i.
penurunan suara nafas dengan ronkhi (Arthur, 1990)
2.5 Patofisiologi
Sindrom ini berhubungan dengan kerusakan awal
paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya peningkatan
permeabilitas kapiler paru dan akibat masuknya cairan yang kaya protein ke
dalam ruang intersial yang mempengaruhi aktivitas surfaktan. Akibatnya terjadi
tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk kedalam alveoli dan mengakibatkan
edema paru. Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak.
Oleh karena itu, mungkin pendarahan marupakan manifestasi patologi yang umum
(Sylvia,1999)
2.6 Pathway
Terlampir
2.7 Komplikasi
a.
Pendarahan pulmonal
b.
Ketidakseimbangan asam basa
c.
Apnea
d.
Hipotermia sistemik
e.
PDA (Patent Ductus Arteriosus)
f.
RDS
g.
Anemia
h.
Infeksi
i.
Retinopati (Sarwono, 1990)
2.8 Penatalaksanaan Medis
Pencegahan agar tidak terjadi SIDS, antara lain :
a.
Melakukan pemeriksaan kehamilan sedini mungkin dan terus
melakukan pemeriksaan salama kehamilan.
b.
Pencegahan sectio sesar
Penatalaksanaan medis pada SIDS, antara lain :
a.
Oksigenasi : pemberian oksigen dengan menggunakan
ventilator.
b.
Penggantian surfaktan melalui selang endotraketa
(endotrakel tube). Surfaktan ada 2 diantaranya :
1) Sufaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia
didapatkan dari cairan amnion sewaktu sectio caesar dari ibu dengan kehamilan
cukup bulan.
2)
Surfaktan sintetik: surfaktan yang berasal dari paru
hewan, contoh paru sapi.
c.
Pertahanan volume paru optimal.
d.
Pa O2 antara 50-80 mmHg, Pa CO2 antara 40 dan 50, Ph
paling sedikit 7,25: untuk mengetahui apakah terjadi asidosis atau tidak.
e.
Obat yang sesuai indikasi seperti : teofilin, antibiotik,
analgesik, diuretik, NaHCO3.
2.9 Penatalaksanaan Penunjang
Medis dan Diagnostik
a.
foto thoraks : tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat.
Inflamasi paru buruk.
b.
gas darah arteri: asidosis respiratori dan metabolik.
c. rasio lesitin dan sfingomyelin dan kadar fosfatidil gliserol.
Ditentukan dengan menggunakan Thinlayer Chroma Tography (TLC). L/S untuk
kehamilan normal adalah < 0.5 pada saat massa gestasi 20 minggu. Dan
meningkat secara bertahap pada level 1 pada massa gestasi 32 minggu. Rasio L/S
2 di capai pada usia gestasi 35 minggu. Dan secara empiris disebutkan bahwa
noenatal SIDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S >2.
d. Shake-test: test ini berdasarkan sifat dari permukaan cairan
fosfolipit yang membuat dan menjaga gelembung alveoli tetap stabil. Dengan
mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari amnion seperti protein, garam empedu dan
asam lemak bebas.
e.
viscosimeter: mengukur mikroviskositas dan agregasi lipid dalam
cairan amnion yaitu mengukur rasio surfaktan – albumin. Test ini memanfaatkan
ikatan kompetitif fluoresen pada ambulin dan surfaktan dalam cairan amnion
(Cosmi, 2001).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan
a.
identitas (nama, umur, alamat, ttl)
b.
keluhan utama
c.
alasan masuk rumah sakit
d.
riwayat kesehatan
1)
Riwayat Kesehatan Keluarga
2)
Riwayat Kesehatan Sekarang
3)
Riwayat Kesehatan Dahulu
e.
TTV (Suhu, Nadi, RR, Tekanan darah)
f.
Masalah pada sistem :
1) Kardiovaskuler : peningkatan
tekanan darah karena terjadi kekurangan
oksigen sehingga jantung berkompensasi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
2) Respirasi : alveoli masih kecil
sehingga pengembangan kurang sempurna, karena dinding thoraks masih lemah
mengakibatkan surfaktan juga kurang sempurna menyebabkan alveoli kolaps dan
paru paru menjadi kaku. hal ini menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga
daya pengembangan paru menurun dari normal, pernapasan menjadi berat, maka
mengakibatkan asidosis respiratorik.
3) Pencernaan : pada sistem
pencernaan didapatkan penurunan frekuensi peristaltik usus, hal ini d karenakan
kurangnya asupan nutrisi/ASI oleh ibu.
4) Perkemihan : pada sistem
perkemihan produksi urine bayi prematur sedikit, hal ini dikarenakan terjadinya
penurunan fungsi sekresi ginjal karena imatur, sehingga berdampak pada
penurunan produksi urine.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas (jantung – paru) berhubungan dengan
hipoksia (kekurangan O2) ditandai dengan sianosis.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan dan
paru menurun ditandai dengan kelemahan fisik.
c. Pola/jalan nafas in efektif berhubungan dengan ekspansi paru
menurun ditandai dengan dipsnea/takipnea.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan
pada rongga lambung ditandai dengan nafsu makan menurun.
3.3 Rencana Keperawatan dan Rasional Tindakan
Diagnosa Keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Gangguan pertukaran gas (jantung-paru) berhubungan dengan
hipoksia (kekurangan O2 ditandai dengan sianosis.
|
1. Pertahanan
posisi dan kepatenan nasal prongs.
2. Berikan
sedatif dan analgesik sesuai indikasi.
3. Pantau
arteri gas darah.
4. Kaji
responsitivitas terhadap intervensi medis: ventilasi mekanisme pemberian
aerosol, dan terapi pengganti surfaktan.
|
1. Proses
difusi normal
2. Menghilangkn
nyeri
3. Asam
basa terukur
4. Klien
menunjukan kenyamanan dalam proses bernafas.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
dan paru menurun ditandai dengan kelemahan fisik.
|
1. Pertahankan
lingkungan terapeutik dalam penanganan yang terkendali.
2. Fasilitasi
interaksi orang tua dan anak dengan mengajarkan orang tua untuk memegang dan
menatalaksanakan perawatan rutin bayi.
3. Sesuaikan
pemberian asuhan keperawatan dan prosedur dengan tingkat toleransi bayi.
|
Bayi memenuhi parameter pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai
dengan umurnya.
|
Pola/jalan nafas in efektif berhubungan dengan ekspansi paru
menurun ditandai dengan dipsnea/ takipnea
|
1. Pantau
irama pernafasan.
2. Berikan
obat yang diperlukan sesuai indikasi.
3. Pantau
kedalaman pernafasan.
|
Fungsi paru optimal dengan oksigenasi yang cukup perfusi
jaringan.
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan
pada rongga lambung ditandai dengan nafsu makan berkurang.
|
1. Pertahankan
akses IV yang diperlukan.
2. Catat
berat badan harian serta panjang dan lingkaran kepala bayi setiap minggu.
3. Pantau
dan catat asupan dan keluaran (termasuk produksi darah, urin, tinja), periksa
Ph dan berat badan.
|
Bayi memenuhi parameter pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai
dengan umumnya.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
SIDS (Surfactan Infant Distress
Sindrom) adalah sebuah sindrom dalam prematur bayi yang disebabkan oleh
insufisiensi perkembangan surfactan produksi dan ketidakdewasaan struktural
dalam paru-paru.
Insiden SIDS terjadi dikarenakan
karena produksi surfactan pada alveoli terhambat oleh beberapa faktor sehingga
mengakibatkan sindrom gagal nafas hingga terjadi SIDS. Surfactan berfungsi
untuk kembang kempis dari alveoli sehinggga alveoli tidak lengket dan mencegah
terjadinya kolaps.
4.2 Saran
Sebagai mahasiswa kearawatan kita
harus dapat mengkaji lebih dalam tanda dan gejala SIDS agar penatalaksanaan
dapat diterapkan dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, C Evelyn, Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 2009
Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatric, Vol
2. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : 2009
Hamilton, Persis Mary, Dasar-Dasar Keperawatan
Maternitas, Edisi 6. Penerbit buku kedokteran, Jakarta : 1995
Bobak, dkk, Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.
EGC, Jakarta: 2004.
Cosmi.EV. Fetal lung maturity tests. In: Prenat
Neonat Med 2001.
Price, Sylvia
A. And Loraine M. Wilson. Pathofisiologi.
Jakarta:EGC, 1999.
Waspaji,
Sarwono dan Soeparman. Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1990
Guyton, Arthur
C. Fisiologi manusia da mekanisme
penyakit (Human seaPhysioology and
Mechanisme of Disease. Edisi 3. Jakarta:EGC, 1990).
0 komentar:
Post a Comment