BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan penyebab utama terjadinya kematian tersering dari seluruh jenis kelainan jantung bawaan. Menurut dr. Sukman Tulus Putra, SpA, Ketua Divisi Kardiologi Anak RSCM, kebanyakan meninggal  karena gagal jantung dalam usia kurang dari satu tahun. Hal ini juga yang turut memberi komtribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak tiap tahun didunia ini. Angka kejadian PJB di indonesia cukup tinggi, namun penanganannya amat kurang. Dalam The 2nd Internasional Pediatric Cardiology Meeting di Cairo, Egypt, 2008 dr.Sukman Tulus Putra lebih lanjut mengungkapkan 45.000 bayi Indonesia terlahir dengan PJB tiap tahun (Indonesia Heart Association).
Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang asuhan keperawatan dengan penyakit jantung bawaan (PJB) atau kongential ini dapat memberi asuhan keperawat dengan tepat dan benar bagi penderita PJB dan dapat mengurani angka kesakitan dan kematian karena PJB di masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit jantung bawaan ialah kelainan susunan jantung, mungkin sudah terdapat sejak lahir. Perkataan “susunan” berarti menyingkirkan aritmia jantung sedangkan “mungkin” sudah terdapat sejak lahir berarti tidak selalu dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulan setelah lahir (Abdoerrachman, dkk. 1985).
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan (PJB) adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir (
Sehingga dapat disimpulkan penyakit jantung bawaan atau kongenital adalah suatu kelainan pada struktur jantung yang sudah ada sejak lahir. 
2.2 Faktor Predisposi Penyakit Jantung Bawaan
Terdapat dua faktor predisposi pada penyakit jantung bawaan yaitu sebagai berikut:
a.    Faktor Prenatal
1)    Ibu menderita penyakit infeksi: rubela
2)    Ibu alkoholisme
3)    Umur ibu lebih dari 40 tahun
4)    Ibu menderita penyakit diabetes mellitus yang memerlukan insulin
5)    Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
b.    Faktor Genetik
1)    Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2)    Ayah/ibu menderita PJB
3)    Kelainan kromosom, misalnya sindrom down
4)    Lahir dengan kelainan bawaan yang lain (Arif Muttaqin, 2009).
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi yang dapat ditemukan pada penyakit jantung bawaan:
a.    Adanya tanda-tanda gagal jantung
b.    Mur-mur persisten
c.    Tekanan nadi besar atau nadi menonjol dan meloncat-loncat, tekanan nadi yang lebar
d.    Thakikardi (denyut apeks lebih dari 170)
e.    Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
f.    Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
g.    Apnea
h.    Tachypnea
i.    Hipoksemia (PPNI Komisariat RSUD Salatiga, 2011).
2.4 Klasifikasi PJB
Klasifikasi penyakit jantung kongenital dibuat berdasarkan karakteristik  hemodinamika (pola aliran darah didalam jantung).  Pola aliran darah ini meliputi:
a.    peningkatan aliran darah paru,
b.    penurunan darah paru,
c.    obstruksi aliran darah dan
d.    aliran darah campuran, ini terjadi ketika darah yang kaya oksigen bercampur dengan darah yang miskin oksigen di dalam jantung.
Menurut Arif Muttaqin (2009) PJB dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu:
a.    Penyakit jantung bawaan non sianotik:
1)    Defek septum atrium (atrial septal defect-ASD)
2)    Defek septum ventricular (ventricular septal defect-VSD)
3)    Duktus arteriosus paten (patent ductus stenosis-PDA)
4)    Stenosis pulmoner (pulmonary stenosis-SP)
5)    Koarktasio aorta (coarctatio aorta-CA)
b.    Penyakit jantung bawaan sianotik
1)    Tatralogi fallot
2)    Transposisi pembuluh darah besar (Transposition of the great arteries-TGAs).
2.5 Uraian Penyakit Jantung Bawaan
Berdasarkan klasifikasi di atas, berikut ini penjelasan dari masing-masing penyakit jantung kongentinal:
a.    Defek peningkatan aliran darah paru
Dalam kelompok defek jantung ini, hubungan abnormal antar pembuluh arteri yang besar memungkinkan pengaliran darah dari sisi jantung kiri yang bertekanan tinggi ke sisi kanan yang bertekanan rendah. Peningkatan volume darah pada sisi jantung kanan meningkatan aliran darah paru dengan mengorbankan aliran darah sistemik. Secara klinis, pasien defek ini akan menunjukan tanda dan gejala gagal jantung kongesif. Defek septum atrium serta ventrikel dan paten duktus arteriosus merupakan anomali yang khas dalam kelompok ini.
b.    defek septum atrium (Atrial Septal Defect, ASD)
lubang abnormal pada sekat yang memisahkan kedua belah atrium sehingga terjadi pengliran darah dari atrium kiri yang bertekanan tinggi ke dalam atrium kanan yang bertekanan rendah. Ada 3 tipe ASD:
1)    Ostium Primum (ASD 1)
Lubang pada ujung bawah septum dapat disertai abnormitas katup mitral
2)    Atrium Sekundum (ASD 2)
Lubang di dekat bagian tengah septum.
3)    Defek Sinus Venosus
Lubang didekat tempat pertemuan vena cava superior dengan atrium kanan, dapat disertai dengan anomali parsial koneksi vena pulmonaris.
Patofisiologi:
Karena tekanan atrium kiri agak melebihi atrium kanan, maka darah mengalir dari atrium kiri ke kanan sehingga terjadi peningkatan aliran darah yang kaya oksigen ke dalam sisi kanan jantung. Kendati perbedaan tekanan rendah, kecepatan aliran yang tinggi tetap dapat terjadi karena rendahnya tekanan vaskuler paru dan semakin besarnya daya kembang atrium kanan yang selanjutnya aka mengurangi resitensi aliran. Volume darah ini ditoleransi dengan baik oleh ventrikel kanan karena dialirkan dengan tekanan yang jauh lebih rendah di bandingkan pada defek septum ventrikl (VCD). Mekipun terjadi embesaran atrium & ventrikel kanan, gagal jantun jarang terjadi pada ASD yang tidak mengalami komplikasi. Biasanya perubahabn pada pembuluh darah paru hanya terjadi sesudah beberapa puluh tahun kemudian jika defeknya tidak diperbaiki.
Manifestasi klinis:
Pasien ASD mungkin tidak menunjukkan gejala asimtomatik. Pada pasien ini dapat terjadi gagal jantung kongestif. Terdengar bising jantung yang khas. Pasien ASD beresiko untuk mengalami disritmia atrium (yang mungkin disebabkan oleh pembesaran natriu & perenggangan serabut penghantar impuls jantung) serta kemudian mengalami penyakit obstruksi vaskuler pulmonalis & pembentukan emboli karena peningkatan aliran darah paru yang kronis.
Tindakan Bedah:
Penutupan dengan Dacron Path pada lubang defek yang berukuran sedang hingga besar sama dengan operasi penutup lubang defek pada VSD. Biasanya operasi terbuka bypass cardio pulmonalis dilakukan sebelum usia sekolah. Selain itu, defeksinus venosus memerlukan patch agar pengembalian darah vena pulmonalis kanan yang mengalami anomaly di arahkan ke atrium kiri dengan alat penyekat. ASD 1 mungki memerlukan perbaikan katub mitral atau, yang jarang terjadi penggantian katub tersebut (Wong, 2008).
c.    Defek septum ventrikel (vsd)
Lubang abnormal pada sekat yang memisahkan ventrikel kanan dan ventrikel kiri. VSD dapat diklasifikasikan menurut lokasi defeknya: membranosa (yang terdapat 80% kasus) atau muskularis. Ukuran VSD dapat bervariasi dari ukuran mata jarum yang kecil hingga keadaan tanpa sekat (septum) sehingga kedua ventrikel enjadi satu. VSD sering disertai dengan defek lainnya seperti stenosis pulmonalis, transposisi pembuluh darah besar, paten duktus arteriosus, defek atrium & koarktasio aorta. Banyak kasus VSD (20% - 60% kasus) diperkirakan akan menutup secara spontan.
Penutupan spontan paling besar kemungkinan terjadi pada anak-anak usia 0-1 tahun defek kecil hingga sedang. Pirau kiri ke kanan disebabkan oleh pengaliran darah dari ventrikel kiri yang bertekanan tinggi ke ventrikel kanan yang bertekanan rendah.
Patofisiologi:
Karena tekanan yang lebih tinggi dari ventrikel kiri dan karena sirkulasi sistemik darah arteri memnerikan tahanan yang lebih  tinggi dari pada sirkulasi  pulmonal, maka darah mengalir ke lubang defek kedalam arteri pulmonalis. Peningkatan volume darah aka di pompa ke dalam paru dan keadaan ini akhirnya dapat mengakibatkan peningkatan tahanan vascular pulmonalis. Peningkatan tekanan dalam ventrikel kanan akibat pemintasan aliran darah dari kiri ke kanan dan peningkatan tahanan pulmonalis akan menyebabkan hypertrophi otot jantung. Jika ventrikel kanan tidak sanggup lagi menampung penambahan beban kerja, maka atrium kanan dapat juga membesar karena berupaya untuk mengatasi tahanan yang terjadi akibat  pengosongan ventrikel kanan yang tidak lengkap. Pada defek yang berat dapat terjadi syndrom eisenmenger.
Manifestasi klinis:
Gagal jantung kongestif lazim dijumpai pada VSD. Terdengar bising jantung yang khas. Pasien VSD berisiko mengalami endokaritis bakterialis dan penyakit obstruksi vascular pulmonalis.pada VSD yang berat dapat terjadi sindrom Eisenmenger.
Tindakan Bedah:
Paliatif :
 pengikatan arteri pulonalis ( dengan memasang pita yang megelilingi pembuluh arteri pulmonalis utama untuk mengurangi aliran darah paru) sering dilakukan di masa lalu pada bayi dengan gagal jantung kongestif yang berat. Teknik ini sudah jarang dikerjakan lagi setelah penyempurnaan dalam teknik pembedahan dan perawatan paska bedah sehingga operasi perbaikan total lebih disukai pada masa bayi.
Perbaikan total (prosedur pilihan) :
defek yang kecil dikoreksi dengan teknik purse- string. Biasanya lubang defek yang besar memerlukan penjahitan tenunan Dacron patch pada lubang tersebut. Kedua prosedur ini dilakukan via pintas kardiopulmonalis. Umumnya operasi perbaikan dilaksanakan melalui atrium kanan dan katup trikuspidalis. Komplikasi pasca bedah meliputi VSD sisa dan gangguan hantaran impuls (Wong, 2009).
d.    Defek kanalis atrioventrikularis (AVC)
fusi bantalan endokardial yang tidak lengkap. Defek ini terdiri atas ASD rendah yang berlanjurdengan VSD tinggi dan celah pada katup mitral serta tricuspid sehingga terbentuk katup sentral atrioventrikular yang lebar yang memungkinkan pengaliran darah diantara keempat rongga jantung. Arah dan alur aliran darah ditentukan oleh tahanan pulmonalis dan sistemik, tekanan dalam ventrikel kiri dan kanan, dan kelenturan setiap rongga jantung kendati umumnya aliran darah berlangsung dari kiri ke kanan. Defek jantung ini paling sering ditemukan pada anak-anak syndrome down.
Patofisiologi:
Perubahan hemodinamika bergantung pada beratnya defek jantung dan tahanan vascular pulmonalis anak. Sesaat setelah lahir, saat tahanan vaskuler pulmonalis tinggi, terjadi pirau atau sunting aliran darah yang minimal lewat lubang defek. Begitu tahanan ini mengalami kegagalan, pemintasan kiri ke kanan akan terjadi dan dalam aliran darah paru akan meningkat. Berkumpulnya darah dalam pembuluh darah paru yang ditimbulkan oleh keadaan tersebut menjadi predisposisi terjadinya gagal jantung kongestif.
Manifestasi klinis:
Biasanya pasien AVC mengalami gagal jantung kongestif sedang hingga berat. Terdengar bising jantung yang khas. Pada cacat jantung ini mungkin terjadi siaosis ringan yang akan bertabah nyata ketika bayi menangis. Pasien ACD berisiko tinggi mengalami penyakit obstruksi vascular pulmonalis.
Tindakan bedah:
Paliatif :
pengikatan arteri pulmonalis pada bayi yang memliki gejala berat yang diebabkan oleh peningkatan aliran darah paru dilakukan dibeberapa rumah sakit di AS. Sebagian besar rumah sakit tersebut melaksanakan perbaikan total pada bayi.
Perbaikan total :
perbaikan total terdiri atas penutupan defek septum dengan patch dan rekonstruksi jaringan katup AV (yang bisa berupa perbaikan celah pada katup mitral).jika terdapat defek yang berat pada katup mitral, tindakan penggantian katup mungkin diperlukan. Komplikasi pasca bedahnya meliputi blok jantung, gagal jantung kongestif, regurgitasi mitral, disritmia, dan hipertensi pumonal (Wong, 2009).
e.    Tetralogi fallot
Tetralogi fallot merupakan salah satu kelainan jantung bawaan yang menunjukkan gejala klinis bayi biru. Kelainan ini terdiri dari empat unsure, yaitu:
1)    Defek sekat ventrikel,
2)    aorta yang berpindah kearah kanan,
3)    stenosis pulmonal, baik pada katup atau infundibulumnya,
4)    dan hipertrofi ventrikel kanan sebagai reaksi komponsasi.
Bila terdapat juga defek sekat atrium, disebut pentalogi. Keadaan biru terjadi karena aliran pintas dari kanan ke kiri yaitu darah vena dari ventrikel kanan masuk ke arah aorta yang menghadap ke kanan melalui defek sekat ventrikel yang berada di bawah katup aorta. Posisi aorta yang demikian inilah yang membedakannya dengan defek sekat ventrikel biasa.
Tindak bedah harus dilakuakan, karena bila dibiarkan, anak akan tumbuh cacat secara fisik. Bila anak pada masa bayi atau neonates sangat sianotik sehingga menyebabkan gagal jantung, maka sementara dapat dilakukan tindak bedah paliatif berupa operasi Blalock Taussig, yaitu membuat hubungan pintas antara sirkulasi pulmonal dengan sirkulasi sistemik di ekstrakardial, sehingga hanya sedikit darah arteri tercampur dengan darah vena. Hubungan ini dapat dibuat antara a. pulmonalis dengan aorta, atau antara a, subklavia kanan dengan a. pulmonalis (operasi Blalock-taussig asli), atau a. subklavia kiri dengan a. pulmonalis melalui suatu prosthesis pembuluh darah (modifiksi Blalock-Taussig). Tindakan paliatif ini tidak memerlukan bedah jantung terbuka.
Tindakan koreksi total dapat dilakukan bila umur penderita dan berat badannya sudah dianggap cukup untuk dapat menerima tindakan bedah besar dan memenuhi syarat hukum sepuluh, yaitu berat badan sepuluh  pon (sekurang-kurangnya 5 kg) dan umur minimal 10 minggu (Sjamsuhidayat dan Wim De J., 2004).
f.    Stenosis pulmonal (pulmonary stenosis, PS)
Stenosis mungkin terdapat berbagai tempat seperti di valvulus atau infundibulum. PS vasvular sering terdapat tanpa keluhan lain sedangkan PS infundibular sering dengan kombinasi VSD.
Gambaran Klinis:
Umumnya penderita berwajah bulat, tidak terdapat gangguan pertambahan berat badan. Keluhan yang ditemukan seperti lekas letih dan pada saat sedang stress terjadi dispnea.
Tindakan Bedah:
Jika tekanan ventrikel kanan lebih dari 70 mmH, maka terdapat indikasi operasi. Cara operasi yang lebih disukai ialah langsung pada katup, itu berarti membuka MPA (main pulmonary artery) dengan menutup sirkulasi vena. Untuk itu digunakan teknik luipotermia yang memakan waktu 3 menit untuk valvulotomi (Abdoerrachman, 1985).
2.6 Komplikasi
a. Endokarditis
b. obstruksi pembuluh darah pulmonal
c. CHF
d. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
e. hiperkalemia
f. aritmia
g. gagal tumbuh
h. perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
2. 7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Thorak: Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler
b. Ekhokardiografi: Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
c. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
d. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar
e. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya (PPNI Komisariat RSUD Salatiga, 2011)
2.8 Konsep MAP


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN 
3.1    Pengkajian
Melakukan pengkajian:
a.    Riwayat keperawatan: respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas)
b.     Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), hepatomegali.
c.    Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
d.    Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
e.    Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
f.     Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stres (Yulmainhendra Dewiningsih, 2012).
3.2    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah sebagai berikut:
a.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan malformasi jantung
b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakainan oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
c.   
3.3    Intervensi dan Rasional Tindakan
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit jantung bawaan adalah sebagai berikut :
a.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan malformasi jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...... anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat dengan kriteria hasil :
1)    tanda-tanda vital normal sesuai umur
2)    tidak ada : dispnea, napas cepat dan dalam sianosis, gelisah, takikardi, murmur.
3)    Pasien komposmentis
4)    Akral hangat
5)    Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
6)    Capilary refill time kurng dari 3 detik
7)    Urin output 1-2 ml/kg BB/jam
Intervensi:
1)    Monitor tanda vital pulsasi parifer, kapiler refill


DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman, dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jakarta Falkutas Kedokteran UI. Jakarta: Infomedika.
Sjamsuhidayat, R. dan Win De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Wong, donna L.2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik volume II. Jakarta : EGC.
PPNI Komisariat RSUD Salatiga. 2011. “Asuhan Keperawatan Jantung Bawaan”, (Online), (http://ppnikomisariatrsudsalatiga.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-jantung-bawaan.html, diakses pada 7 Januari 2013).
Yulmainihendradewiningsih. 2012. “Askep Pada Anak dengan Gangguan Jantung Kongenital”, (Online), (http://yulmainihendradewiningsih.wordpress.com/2012/10/14/askep-pada-anak-dengan-gangguan-jantung-kongenital/, diakses pada 7 Januari 2013)

kunungi kami di http://datenurse.blogspot.com

0 komentar: