BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Lantar Belakang
Kanker paru adalah pembunuh nomor satu diantara pria di USA. Namun begitu,
kanker paru ini meningkat dengan angka yang lebih besar pada wanita dibanding
pada pria dan sekarang melebihi kanker payudara sebagai penyebab paling umum
kematian akibat kanker pada wanita. Pada hampir 70% Pasien kanker paru
mengalami penyebaran ketempat limfatik regional dan tempat lain pada saat
didiagnosis. Sebagai akibat, angka survival pasien kanker paru adalah rendah.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul ditempat
jaringan parut sebelumnya (tuberculosis, fibrosis ) dalam paru. Dugaan
meningkat pada mereka yang merupakan bagian dari kelompok resiko tinggi yaitu ,
apakah pasien merokok, apakah pasien telah terpapar dengan suatu bahan
berbahaya dalam pekerjaannya , dan pernakah pasien menderita fibrosis paru
kronis. Kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika merokok dihilangkan.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan
Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengerti
tentang Tumor Paru dengan baik dan
selanjutnya dapat merencanakan dan menerapkan asuhan keperawatan tentang Tumor Paru.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi tumor paru.
2.
Menjelaskan definisi dari
tumor paru.
3.
Memahami etiologi dari tumor paru.
4.
Mengetahui tentang manifestasi klinik dari tumor paru.
5.
Memahami patofisiologi dari tumor paru.
6.
Memahami pathway dari tumor paru
7.
Memahami penatalaksanaan dan perawatan dari
8.
Mengetahui komplikasi dari tumor paru.
9.
Mengetahui penatalaksanaan
dari tumor paru
1.3 Sistematika
Penulisan ini terdiri dari tiga bab, diantaranya :
Bab I : Berisikan tentang pendahuluan yang
memberikan gambaran tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan dan sitematika
penulisan.
Bab II :Tinjauan teori berisi diantaranya anatomi fisiologi, definisi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologi,
pathway, dx penunjang, komplikasi, dan penatalaksana
Bab III : Asuhan keperawatan ( pengkajian, diagnose, dan perencanaan keperawatan).
Bab iv : Kesimpulan
Bab v :
Daftar pustaka
BAB ll
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Atmanto (1992)
menyatakan kanker paru merupakan penyakit dengan keganasan tertinggi diantara
jenis kanker lainnya di Jawa Timur dengan angka Case Fatality Rate (CFR)
sebesar 24,1%. Pada Tahun 1998 di RS Kanker Dharmais, kanker paru menem-pati
urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara, yaitu sebanyak 75 kasus (Nasar,
2000).
Tumor juga di definisikan sebagai
berikut :
a.
Tumor = pembengkakan,
tumor ganas dan tumor jinak.
b.
.Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal.
c.
Tumor adalah
benjolan-benjolan berbentuk bulat atau berbenjol-benjol terdapat pada organ,
berbatas tegas dengan konsistensi yang kenyal.
d.
Tumor terjadi dengan
adanya masa laten yang sangat panjang dengan titik mulai yang tidak
teridentifikasi. (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003)
2.2 Etiologi
Secara umum
faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :
a.
Penyebab kimiawi.
Di pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b.
Faktor genetik
(biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada
lambung dari pada golongan darah O.
Selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal
dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c.
Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik
trauma fisik maupun penyinaran.
Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun
sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d.
Faktor
nutrisi
Salah satu contoh utama
adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan
padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e.
Penyebab bioorganisme
Misalnya virus. Pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan
ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan.
Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
f.
Faktor hormon.
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian
peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat
pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
2.3 Manifestasi Klinik
Tumor pada system
bronkopulmonari dapat mengenai lapisan saluran pernapasan, parenkim paru
pleura, atau dinding dada. Penyakit terjadi secara lambat ( biasanya selama
beberapa decade ) dan seringkali asimtomatik sampai lanjut dalam
perkembangannya. Tanda dan gejala tergantung pada letak dan ukuran tumor,
tingkat obstruksi, dan keluasan metastase ke tempat regional atau tempat yang
jauh.
Gejala kanker paru yang
paling sering adalah batuk, kemungkinan akibat iritasi yang disebab kan oleh
massa tumor. Individu sering mengabaikan gejala ini dan menghubungkan dengan
merokok. Batuk mulai sebagai batuk kering, tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang
sebagai titik dimana dibentuk sputum yang kental, purulen dalam berespon
terhadap infeksi sekunder.
Pada beberapa pasien,
demam kambuhan terjadi sabagai gejala dini dalam berespons terhadap infeksi
yang menetap pada area pneumonitis kearah distal tumor. Pada kenyataannya,
kanker paru harus dicurigai pada individu yang mengalami infeksi saluran
pernapasan atas berulang yang tidak sembuh-sembuh. Nyeri adalah manifestasi
akhir dan sering ditemukan dengan metastasis ke tulang.
Jika tumor menyebar ke
struktur yang berdekatan dan ke nodus limfe regional, pasien dapat menunjukan
nyeri dada dan sesak, serak ( menyerang saraf lariengal )disfagia, edema kapala
dan leher, dan gejala-gejala efusi pleura atau pericardial. Tempat metastase
yang paling umum adalah nodus limfe, tulang, otak, paru kontralateral, dan
kelenjar adrenal. Gejala umum seperti kelemahan, anoreksia, penurunan berat
badan, dan anemia tampak pada akhir penyakit.
2.4 Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan
pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal
dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang
lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agent biasanya
bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi langsung
dan merubah struktur dasar dari komponen genetic(DNA). Keadaan selanjutnya
akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan
terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan
sampai tahunan.
2.5 Pathway
Terlampir
2.6 Pemeriksaan
penunjang
a. Foto Thorax:
Suatu diafragma yang meninggi
mungkin menunjukkan suatu tumor yang mengenai syaraf frenikus. Pembesaran
bayangan jantung mungkin menunjukkan efusi pericardial yang ganas. Perhatian
kebanyakan tumor perifer tidak dapat dilihat pada rontgen dada sampai ukurannya
lebih besar dari 1 cm.
b. Sitologi sputum:
Pada pemeriksaan sitologi sputum dapat membantu menegakkan kasus
hingga 70%. Sputum untuk sampel sitologi sebaiknya diterima oleh laboratorium
dalam 2 jam setelah ekspectorasi/ pengeluaran. Sampel dinihari tidak
diperlukan.
c. Bronchoscopy:
Pada biopsi digunakan untuk mengetahui tipe sel tumor.
d. Aspirasi pleura dan biopsi:
Aspirasi merupakan tindakan yang harus dilakukan jika pasien dengan
tumor paru mempunyai effusi pleura. Effusi tak selalu akibat dari penyebaran
tumor ke pleura, tetapi mungkin akibat dari reaksi pneumonia pada tumor
atau obstruksi limfatik.
e. Biopsi jarum percutan:
Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis tumor perifer yang sulit
dibiopsi denag tehnik transbronchial.
f.
Biopsi dugaan
metastasis:
Kelenjar getah bening perifer dapat diaspirasi dengan menggunakan
jarum halus dan bahannya diperiksa secara sitologis.
2.7 Komplikasi
a. Berbagai komplikasi dapat terjadi pada kanker paru di antaranya:
b. Reseksi Bedah dapat mengakibatkan gagal napas
c. Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
d. Kemoterapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan pneumonitis
e. Kemoterapi menyebabkan toksisitas paru dan leukemi
2.8 Penatalaksana
2.9.1 Medis
a. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor.
Dalam melakukan tindakan bedah ada beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan :
1). Eksisi tidak hanya
terbatas pada bagian utama tumor tapi eksisi juga harus dilakukan terhadap jaringan normal sekitar jaringan tumor. Cara ini
akan memberikan hasil operasi yang lebih baik.
2). Ternyata operasi
pertama memberikan harapan sukses yang lebih tinggi. Operasi selanjutnya akan
memberikan hasil yang lebih rendah.
3). Metastase ke
kelenjar getah bening umumnya terjadi pada setiap tumor sehingga pengangkatan
kelenjar dianjurkan pada tindakan bedah.
4)
Dalam melakukan tindakan bedah sebaiknya dilakukan pendekatan interdisipliner
sehingga dapat dijabarkan kemungkinan tindakan pre dan post bedah harus
dilakukan.
5)
Satu hal yang mutlak dilakukan sebelum bedah adalah menentukan stadium
tumor dan melihat pola pertumbuhan (growth pattern) tumor tersebut.
b. Obat-obatan
1). Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon.
2). Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis
tumor.
3). Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan
normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk
membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
Untuk mencapai target ini, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Meninggikan radiosensitifitas dan oksigenasi. Sel akan sensitive jika mempunyai oksigen. Siatu sel yang hipoksia akan kurang sensitive terhadap
ionisasi/radiasi.
b. Mengarahkan radiasi lebih terfokus pada jaringan tumor saja, misalnya
dengan melakukan penyinaran yang mobile.
c. Membagi-bagi dosis secara series sehingga jaringan tidak mendapat beban
radiasi yang berat yang dapat turut merusak jaringan normal.
2.9.2 Keperawatan
1.
Jika tumor jinak maka lakukan eksisi bedah
2.
Jika tumor ganas
·
Small cell: kemoterapi
·
Non small cell
a.
Stadium 1-111a beda dilanjutkan radio terapi
kemoterapi
b.
Stadium 111b-1V radioterapi dilanjutkan kemoterpi
3.
bantu pasien untuk mencari posisi yang paling
sedikit nyerinya
4.
dalam tindakan psikologis kurangi ansietas dengan
memberikan informasi yang sering. Sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap pengobatan.
5.
Untuk menjaga keseimbangan : perhatikan keadaan
cairan tubuh.
6.
Atur diet yang sesuai
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian difokuskan pada sistem yang terganggu.
a. Distress
pernafasan
Bisa didapatkan adanya henti nafas, tachypneu, bradypneu, retraksi
dinding dada, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, menurunnya pergerakkan
dinding dada, peningkatan usaha untuk bernafas. Suara nafas yang mungkin
didapatkan antara lain crackless, ronchi, wheezing, stridor, penurunan suara
nafas. Sekret bisa mengalami meningkat, purulent.
b. Kesadaran
Kebingungan, cemas, kurang istirahat.
c. Cardiovaskuler
dan sirkulasi
Pucat, cyanosis, diaphoresis, hipotensi, bradycardi, tachycardi,
arrytmia pada atrial maupun ventrikular, penurunan cardiac out put, shock.
d. Pemeriksaan penunjang
Analisa gas darah (didapatkan hypoksemia, acidosis, peningkatan
atau penurunan CO2). Fungsi pernafasan (penurunan VC, peningkatan volume tidal).
ECG (mungkin ditunjukkan adanya arrytmia).
3.2 Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru.
b. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
hipoksia kronik pada jaringan paru.
d. Kecemasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
bernafas.
-
1.
Rencana tindakan keperawatan
a.
DP I
Tujuan:
Pasien menunjukkan kemampuan untuk bernafas secara efektif.
Rencana
tindakan:
-
Jelaskan pada klien tentang pentingnya
beristirahat dengan posisi setengah duduk.
R/ Posisi semi fowler meningkatkan kapasitas paru dengan adanya gaya gravitasi
yang menarik diafragma ke arah bawah.
-
Kaji suara
nafas.
R/ Stridor menunjukkan adanya penyumbatan pada daerah pernafasan terutama
trachea.
-
Kaji tekanan darah, nadi, kesadaran dan respon
klien.
R/ Penurunan respon klien dan kesadaran menggambarkan adanya penurunan suplai
O2 pada daerah otak.
-
Kolaborasi dalam pemasangan Endotracheal
Tube, pemberian oksigen.
R/ ETT membantu klien dalam menciptakan jalan nafas, suplai oksigen yang
adekuat membantu proses metabolisme dalam tubuh.
-
Observasi kemampuan klien dalam bernafas, irama,
kedalaman dan frekwensi.
R/ Perubahan irama, kedalaman dan frekwensi nafas merupakan hal yang perlu
diwaspadai untuk melakukan tindakan selanjutnya.
-
b.
DP II
Tujuan:
Klien mampu mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Rencana
tindakan:
-
Jelaskan pada
klien dan keluarga tentang beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengeluarkan sekret.
R/ Pengetahuan keluarga dan klien tentang cara-cara mengeluarkan sekret
memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
-
Anjurkan klien
untuk banyak minum air yang hangat.
R/ Pengenceran sekret mempermudah pengeluaran sekret pada jalan nafas.
-
Ajarkan pada klien tentang tehnik batuk
efektif.
-
Kolaborasi
dalam pemberian obat-obat seperti mukolitik agent.
R/ Sekret yang encer akan lebih mudah untuk dikeluarkan.
-
Observasi suara nafas.
R/ Crackless menunjukkan adanya penumpukkan di jalan nafas.
-
c.
DP III
Tujuan:
Klien menunjukkan peningkatan kemampuan pertukaran gas dengan parameter hasil
pemeriksaan gas darah dalam batas normal.
Rencana
tindakan:
-
Jelaskan pada
klien dan keluarga tentang pentingnya pemeriksaan gas darah.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan
keperawatan.
-
Anjurkan pada klien untuk mengurangi
aktivitas.
R/ Kebutuhan oksigen dapat dikurangi dengan penurunan metabolisme tubuh.
-
Kolaborasi
dalam pemberian oksigen dan pemeriksaan analisa gas darah.
R/ Pemberian oksigen mengurangi usaha pernafasan yang tidak efektif.
-
Observasi
tanda-tanda vital, tingkat kesadaran.
R/ Perubahan kesadaran menunjukkan penurunan suplai oksigen ke jaringan otak.
-
d.
DP IV
Tujuan:
Klien menunjukkan penurunan kecemasan.
Rencana
tindakan:
-
Jelaskan pada klien tentang beberapa hal yang
dapat dilakukan untum mengurangi kecemasan.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan
perawatan.
-
Anjurkan pada klien untuk nafas panjang.
R/ Pengendoran otot menciptakan relaksasi sehingga dapat menurunkan tingkat
kecemasan.
-
Observasi
tingkat kecemasan klien.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan tindakan selanjutnya.
3.4 Intervensi
1.
Bersihan jalan
nafas inefektif
Tindakan / Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
-
Auskultasi
dada untuk karakter bunyi nafas dan adanya sekret.
-
Bantu pasien
untuk nafas efektif, batuk efektif dengan posisi duduk dan menekan daerah
dada.
-
Penghisapan
bila batuk lemah.
-
Kaji nyeri
dan kelemahan.
Kolaborasi :
-
Gunakan oksigen humidifikasi.
-
Berikan cairan tambahan melalui IV sesuai
indikasi.
-
Gunakan bronkodilator, expectorant atau
analgenik sesuai indikasi.
|
-
pernafasan
ronkhi menunjukkan tertahannya sekret atau obstruksi jalan nafas.
-
posisi duduk
memungkinkan ekspansi paru dan penekanan menguatkan upaya batuk untuk memobilisasi
dan membuang sampah.
-
Lebih
merangsang terjadinya batuk efektif.
-
mendorong
pasien untukl nafas efektif dan nafas lebih dalam untuk mencegah kegagalan
pernafasan.
-
Memberikn
hidrasi maksimal.
-
Membantu
penghilangan atau pengenceran sekret untuk meningkatkan pengeluaran.
-
Menghilangkan
spasme bronchus untuk memperbaiki aliran udara.
|
2.
Gangguan
pertukaran gas
Tindakan / Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
-
Auskultasi
paru untuk gerakan udara dan bunyi nafas tidak normal.
-
Selidiki
kegelisahan dan perubahan mental.
-
Pertahankan
kepatenan jalan nafas dengan memberikan posisiduduk terlentang sampai posisi
miring.
-
Catat
terjadinya demam.
Kolaborasi
:
-
Berikan
oksigen tambahan.
-
Awasi atau
buat gambaran GDA nadi oksimetri, catat kadar HB
|
-
Konsolidasi
dan kurangnya gerakan udara pada posisi dada menujukkan aliran udara tidak
normal pada lobus paru.
-
Dapat
menunjukkan peningkatan hipoksia / komplikasi seperti penyimpangan
mediastinal pada pasien tumor paru.
-
Memaksimalkan
ekspansi paru dan drainase sekret dimana obstruksi jalan nafas mempengaruhi
ventilasi.
-
Demam dalam
24 jsm pertama, pada tumor paru terkadang menunjukkan adanya atelektasis,
infeksi atau peningkatan metastasis.
-
Memaksimalkan
sediaan O2.
-
Penurunan PAO2
atau peningkatan PACO2 dapat menunjukkan kebutuhan untuk dukungan
ventilasi.
|
3.
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Tindakan / Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
-
Kaji
kemampuan pasien untuk makan, batuk ndan mengatasi sekresi.
-
Timbang BB
sesuai indikasi.
-
Tingkatkan
kenyamanan lingkunagn yang baik untuk sosialisasi saat makan.
-
Berikan makan
dalam jumlah kecil dalam waktu yang sering dan teratur.
Kolaborasi
:
-
Konsultasi
dengan ahli gizi.
-
Untuk
memberikan NGT
|
-
Faktor untuk
menentukan pemilihan jenis makanan sehingga pasien terlindungi dari aspirasi.
-
Mengevaluasi
keefektifan atau mengubah kebutuhan
pemberian nutrisi.
-
Perbaikan
lingkungan dan sosialisasi waktu makan dapat emningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan.
-
Meningkatkan
proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan.
-
Merupakan
sumber yang efektif mengidentifikasi kebutuhan klien.
-
Memungkinkan
pasien lebih mudah diberikan tanpa menimbulkan aspirasi.
|
4.
Intoleransi
aktifitas
Tindakan / Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
:
-
Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama perawatan, dorong penggunaan
manajemen stress dan pengalihan yang cepat.
-
Perhatikan
dispnea, peningkatan kelemahan perubahan tanda vital, tachycardia selama dan
setelah aktifitas.
-
Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktifitas dan istirahat.
-
Bantu
aktivitas perawatan diri.
-
Berikan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
|
-
Dengan
tindakan ini untuk menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
-
Menetapkan
kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
-
Menghemat
energi untuk penyembuhan, membatasi aktivitas berdampak positif terhadap
pasien dalam perbaikan kegagalan pernafasan menimbulkan kelelahan dan
membantu ekseimbangan suplai serta pergerakan otot
|
BAB 1V
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kanker paru yang diderita seseorang bisa bersifat benigna atau maligna.
Tumor paru terjadi sering kali karena aliran darah yang membawa sel-sel kanker
yang bebas dari kanker primer dimana saja didalam tubuh ke paru. Pada hampir
70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ketempat limfatik regional dan tempat
lain pada saat di diagnosis. Beragam faktor telah dikaitkan dengan terjadinya
kanker paru-paru :
Asap tembakau, perokok
pasif, polusi udara, radon, masukan vitamin A, PPOM, dan tuberkolosis. Gejala
kanker paru yang paling sering adalah batuk, nyeri dada, sesak, kelemahan,
anoreksia, penueunan berat badan dan anemia. Kebanyakan kasus kanker paru dapat
dicegah jika merokok dihilangkan.
4.2 Saran
Melihat tingginya persentase kanker paru, sangat disarankan terhadap
masyarakat untuk lebih memperhatikan kesehatannya, terutama bagi perokok.
Selain itu sebaiknya masyarakat lebih peka terhadap tanda dan gejala-gejala
yang timbul sehingga tahap pengobatan lebih efektif untuk ditangani.
DAFTAR PUSTAKA
Bailon S. &
Maglaya, 1978, Family Health Nursing, Quenson
City, SG Bailon Maglaya, Up College Nursing.
Kozier, Barbara, et. Al, 1995, Gfundamentals of Nursing: Concepts, Process And Practice, California, Addison Wesley
Kozier, Barbara, et. Al, 1995, Gfundamentals of Nursing: Concepts, Process And Practice, California, Addison Wesley
Smeltzer, Suzanne C
& Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A
& Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Stark, John E, dkk.
1990. Manual Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Binarupa Aksara
Wilkinson, Judith M.
2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
0 komentar:
Post a Comment