BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap individu berhak atas taraf hidup yang memadai bagi kesejahteraan dirinya maupun keluarganya, termasuk diantaranya sandang pangan, perumahan dan perawatan kesehatan. Pelayanan dirumah sakit diupayakan menuju standar mutu yang telah ditetapkan. Demakian halnya untuk masing – masing bidang pelayanan, salah satunya adalah bagian bedah, sehingga komplikasi pasca pembedahan dapat dihindari. Kondisi kesehatan masyarakat saat ini memungkinkan terjadinya perubahan pada pola penyakit. Salah satunya adalah penyakit yang menyerang telinga atau bisa disebut mastoiditis kronis.
Di Amerika Serikat dan negara maju lain, kejadian dari mastoiditis cukup rendah, sekitar 0,004%, meskipun lebih tinggi di negara-negara berkembang. Usia paling umum terkena adalah 6-13 bulan, Laki-laki dan perempuan sama-sama terpengaruh dan beresiko terkena penyakit mastoiditis. Di negara indonesia belum diketahui secara jelas persentasi kejadian dari pada mastoiditis ini, tetapi negara kita merupakan negara berkembang menuju negara yang maju yang masih rentan dan beresiko tinggi terhadap penyakit ini. Pengobatan biasanya diawali dengan pemberian suntikan antibiotik lalu disambung dengan antibiotic per oral minimal selama 2 minggu. Jika pemberian antibiotic tidak memberikan hasil untuk mengatasi masalah ini, dilakukan mastoidiktomi (pengangkatan sebagian tulang dan pembuangan nanah).
Walaupun angka kejadian dari penyakit mastoiditis di Indonesia ini mulai berkurang dari tahun ketahunnya namun hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa disepelekan karena apabila tidak ditangani dengan tepat maka klien akan mengalami gangguan pendengaran yang bersifat kronis dan sangat mengganggu kenyamanan,    hal inilah yang menjadi dasar kenapa penulis mengangkat makalah ini. Dan diharapkan kepada pembaca untuk bisa memahami secara umum maupun secara khusus tentang penyakit mastoiditis dan dapat mengaplikasikannya di kehidupan yang nyata.
B.     Tujuan
1.    Tujuan Umum
    Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami gambaran umum tentang Mastoiditis dan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Mastoiditis.
2.    Tujuan Khusus
    Adapun tujuan khususnya adalah:
a.    Mengetahui tentang pengertian Mastoiditis
b.    Mengetahui tentang anatomi fisiologis Mastoiditis
c.    Mengetahui tentang etiologi dari Mastoiditis
d.    Mengetahui tentang klasifikasi dari mastoiditis
e.    Mengetahui tentang patofisiologi dan pathwey dari Mastoiditis
f.    Mengetahui tentang manifestasi klinis Mastoiditis
g.     Mengetahui tentang komplikasi Mastoiditis
h.    Mengetahui tentang penatalaksanaan baik penatalaksanaan medis maupun penatalaksanaan keperawatan dari mastoiditis
i.    Mengetahui tentang pemeriksaan penunjang Mastoiditis
j.    Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Mastoiditis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Definisi
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal ( Brunner dan Suddarth, 2000).
Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol dibelakang telinga) yang berlangsung cukup lama. Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal (  Reeves, 2001 ).
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat, menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis)  (Parakrama, 2006).
B.     Anatomi fisiologis
Menurut Brunner & suddert 2000, Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali terbentuk mencapai konfigurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas. Secara embriologi telinga luar dan tengah berasal dari celah brankial pertama dan kedua, sedangkan telinga dalam berasal dari plakoda otik. Sehingga suatu bagian dapat mengalami kelainan, sementara bagian lain berkembang normal. Pada kebanyakan kasus telinga luar dan tengah mengalami kelainan kongenital bersama-sama, sedangkan koklea berkembang normal. Hal ini memungkinkan rehabilitasi pendengaran pada kebanyakan kelainan telinga kongenital.
1.      Telinga bagian luar (Auris Eksterna)
a. Aurikula (Daun Telinga)
    Menampang gelombang suara yang datang dari luar masuk ke dalam telinga.
b. Meatus Akustikus Eksterna
Saluran penghubung aurikula dengan membran timpani, panjangnya ± 2,5 cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret – sekre berbentuk serum.
c. Membrane Timpani
Antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga yang disebut membrane timpani
2.      Telinga Bagian Tengah (Auris Media)
a.   Cavum Timpani
Rongga didalam tulang temporalis terdapat 3 buah tulang pendengaran yang terdiri dari malius, inkus dan stapes yang melekat pada bagian dalam membrane timpani dan bagian dasar tulang Stapes membuka pada fenestra ovalise.
b.   Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian samping dari cavum timpani. Antrum timpani dilapisi oleh mukosa merupakan lanjutan dari lapisan mukosa cavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebul sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum didalam tulang temporalis dan andanya hubungan ini dapat mengakibatkan menjalarnya proses radang.
c.  Tuba Auditiva Eaustaki
Saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.
3.    Telinga bagian dalam (Auris Interna)
   Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe.
a.   Vestibulum
Bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra ovale dan venestra rotundum dan pad abagian belakang atas menerima muara canalis semnisirkularis
b.   Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput, pada cochlea ini ada 3 pintu yang menghubungkan cochlea dengan vestibullum, cavum timpani dan canalis cochlearis.
c.   Labirintus Membranosus
1.    Utrichulus
Bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya oleh jaringan ikat, disini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian depan dan sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustica utricula
2.    Sachulus
3.    Duktus Semi Sirkularis
4.    Duktus Cochlearis
C.    Etiologi
Menurut Brunner & Sudddert, 2000, Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß hemoliticus / pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi .Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid
Penyebab lain dari Mastoiditis antara lain:
1.    Terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
2.    Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut  yaitu streptococcus pnemonieae.
3.    Bakteri lain yang sering ditemukan adalah branhamella catarrhalis, streptococcus group-A dan staphylococcus aureus, streptococcus aureus. Bakteri yang biasanya muncul pada penderita mastoiditis anak-anak adalah streptococcus pnemonieae.
D.    Klasifikasi
Klasifikasi dari mastoiditis menurut Brunner & Suddert 2000, antara lain:
?  Acute mastoiditis, biasa terjadi pada anak-anak, sebagai komplikasi dari otitis media     akut suppurative.
?  Chronic mastoiditis, biasanya berkaitan dengan cholesteatome dan penyakit telinga     kronis.
?  Incipient mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian mastoid.
?  Coalescent mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di organ     tubuh yang lain.
E.   Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddert, 2000, Penyakit mastoiditis pada umumnya diawali dengan otitis media yang tidak ditangani dengan baik. Biasanya otitis terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut infeksi dan nanah menggumpal disel-sel udara mastoid.
Mastoiditis  kronik  dapat  mengakibatkan  pembentukan kolesteatoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitelskuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantung luar yang akan berisi kulit yang telah rusak dan baha sebaseur. Kantung dapat melekat ke struktur telinga tengah  dan  mastoid.  Bila  tidak  ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan     paralisisnervus fasialis. Kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erusi telinga dalam) dan absesotak .
Mastoiditis terjadi sebagai lanjutan dari otitis media supuratik kronik, peradangan dari rongga telinga tengah menjalar ke tulang mastoid melalui saluran aditus adantrum. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna). Pada  bentuk  maligna  peradangan  berlanjut  ke  dalam  tulang tengkorak (intrakranial) sehingga dapat terjadi meningitis, absissubdural, abses otak, tromboflebitis sinus, lateralis, serta mungkin juga terjadi hidrosefalus
Mastoiditis dapat  terjadi  pada  pasien-pasien  imunosupresi atau  mereka  yang  menelantarkan  otitis  media  akut  yang dideritanya. Penyakit ini berkaitan dengan  virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab  otitis  media  akut  yaitu streptococcus  hemlytiens, pneumococcus,   sthapilococcus  aureus  lalbus,  streptococcusviridans.
F.   Manifestasi Klinis
            Adapun manifestasi dari penyakit mastoiditis menurut Brunner & Suddert 2000, antara lain:
1.      Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi.
2.      Gejala dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid.
3.      Demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.
G.   Komplikasi
            Komplikasi yang terjadi bila mastoiditis tidak ditangani dengan baik menurut Brunner & Suddert 2000, adalah :
1.     Petrositis yaitu infeksi pada tulang disekitar tulang telinga tengah perforasi gendang telinga  dengan cairan yang terus menerus keluar.
2.     Labyrintitis yaitu peradangan labyrint ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran atau vertigo disebut juga otitis intema
3.     Meningitis yaitu peradangan meningen (radang membran pelindung sistem saraf) biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
4.     Abses otak yaitu kumpulan nanah setempat yang terkumpul dalam jaringan otak
H.    Penatalaksanaan
    Menurut Brunner & Suddert 2001, penatalaksanaan klien mastoiditis yaitu dengan :
a)    Penatalaksanaan Medis
    Penatalaksanaan medis klien dengan mastoiditis antara lain:
1.    Pemberian antibiotik sistemik
Diberikan beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.
2.    Pembedahan
a.  Timponoplasti
Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran ditelinga tengah, dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi finestra cochlease dari tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan dan memulihkan pendengaran, dengan congkok membran timpani dengan rekonstruksi telinga tengah. Sedangkan tujuan skundernya adalah untuk mempertahankan atau memperbaiki pendengaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. Terdapat berbagai teknik timpanoplasti yang berbeda yaitu pencangkokan (kulit, fasia, membran timpani homolog) dan rekonstruksi (osikula homolog, kartilago dan aloplastik).
b.   Mastoidektomi
Adalah pembedahan pada tulang mastoid. Tujuan dilakukan mastoidektomi adalah untuk menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering dan aman.
b)    Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan mastoiditis menurut Brunner & Suddert 2000, antara lain:
1.       Perawatan Pre-operasi
    Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijadwalkan untuk menjalani tympanoplasty.
2.      Perawat post operasi
    Rendaman antiseptik gauze (an antiseptic-soaked gauze) seperti lodoform gauze (nauga-uze) dibalut dalam kanal audiotori.
3.      Terapi konservatif
    Yaitu menasehati unuk menjaga telinga agar tetap kering serta membersihkan telinga dengan penghisap secara berhati-hati ditempat praktik.
4.    Pemberian bubuk atau obat tetes yang biasanya mengandung antibiotik dan steroid.
I.    Pemeriksaan Penunjang
Menurut Brunner & Suddert 2000, meliputi :
1.       Pemeriksaan Darah
2.       Foto Mastoid
3.       Kultur Bakteri Telinga
4.       MRI
5.       CT Scant
6.       Radiologi
7.       Tympanocintesis & myringotomi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN MASTOIDITIS
A.    Pengkajian keperawatan
    Pengkajian yang dilakukan antara lain:
1.   Keluhan utama
    Klien mengatakan nyeri pada telinga bagian belakang engan sekala nyeri 6
2.  Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.
3.   Riwayat kesehatan dahulu
Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
4.    Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang didapat:
a.    Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
b.    Kemerahan pada kompleks mastoid
c.    Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir
d.    Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
e.    Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
f.    Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain
Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya.
B.    Diagnosa keperawatan
    Diagnosa keperawatan yang muncul pada mastoiditis antara lain:
1.   Perubahan pendengaran/persepsi sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan        pendengaran.
2.      Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3.      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi sensori auditoris.
4.      Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan.
5.      penurunan harga diri berhubungan dengan keluarnya push
6.      Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
C.   Intervensi dan Rasional
1.      Perubahan sensori/persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan pendengaran
Tujuan       : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien                 mampu mendengar dengan baik
Kriteria Hasil    : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
                   b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
No    Intervensi    Rasional
1.    Kaji tentang ketajaman pendengaran    Menentukan seberapa baik tingkat pendengaran klien
2.    Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat    Untuk menjamin keuntungan maksimal
3.    Bantu pasien berfokus pada semua bunyi di lingkungan dan membicarakannya hal tersebut    Untuk memaksimalkan pendengaran
2.    Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan          : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh             dapat normal (360-370C)
Kriteria Hasil:  a.  Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
                         b. Kulit tidak teraba hangat
                         c. Wajah tidak tampak merah
                         d. Tidak terjadi dehidrasi
No    Intervensi    Rasional
1.    Pantau input dan output    Untuk mengetahui balance cairan pasien
2.    Ukur suhu tiap 4-8 jam    Untuk mengetahui perkembangan klien
3.    Ajarkan kompres hangat dan banyak minum    Untuk menurunkan panas tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang
4.    Kolaborasi dengan pemberian antipiretik    Untuk menurunkan panas
3.    Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk     mendengar petunjuk auditoris
Tujuan       : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien dapat                  berkomunikasi dengan baik
Kriteria Hasil        :  a.  Pasien terlibat dalam proses komunikasi
                   b. Pasien menunjukkan kemampuan untuk membaca gerak              bibir
                   c.  Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan               cara yang diajarkan
No    Intervensi    Rasional
1.    Berbicara jelas dan tegas tanpa bergerak    Membantu pasien merangsang komunikasi verbal
2.    Kurangi kegaduhan lingkungan    Mempermudah pasien dalam mendengar
3.    Ajari keluarga dan orang lain yang terlibat dengan pasien tentang perilaku yang memudahkan membaca gerak bibir    Untuk merangsang komunikasi verbal
4.    Bila menggunakan alat bantu dengar, kenakan pada telinga yang tidak dioperasi    Mempermudah pasien mendengar sehingga dapat lancar dalam berkomunikasi
4.    Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan
Tujuan       : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi
Kriteria Hasil    : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
                           b. Skala nyeri turun
                           c. Wajah pasien tampak rileks
No    Intervensi    Rasional
1.    Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas    Mengetahui ketidakefektifan intervensi
2.    Berikan posisi yang nyaman    Mengurangi nyeri
3.    Ajarkan teknik relaksasi dan ciptakan lingkungan yang tenang    Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri dan mengurangi nyeri
4.    Kolaborasi pemberian analgesik, antibiotika, dan anti inflamasi sesuai indikasi    Dapat mengurangi nyeri, membunuh kuman dan mengurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan
5.   Penurunan harga diri berhubungan dengan keluarnya push
Tujuan     : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi               dapat hilang atau teratasi
Kriteria Hasil    : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
No    Intervensi    Rasional
1.    Observasi keadaan umum pasien selama 24 jam    Mengetahui keadaan umum pasien
2.    Anjurkan pentingnya cuci tangan dan mencuci telinga luar    Mencegah penularan penyakit
3.    Lakukan perawatan graft    Mencegah infeksi
4.    Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis    Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus
6.      Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah
Tujuan     : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ansietas berkurang
Kriteria Hasil       : a. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontra impuls, penahanan mutilasi diri secara konsisten dan substansial
                        b.  Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif
No    Intervensi    Rasional
1.    Informasikan pasien tentang peran advokat perawat intra operasi    Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing
2.    Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukan penundaan prosedur pembedahan    Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/ zat-zat anestesi
3.    Cegah pemajan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang operasi    Pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih kontrol
4.    Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang    Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit
5.    Kontrol stimulasi eksternal    Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas
6.    Berikan obat sesuai petunjuk, misal; zat-zat sedatif, hipnotis    Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan koping
BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
        Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat, menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis).
        Mastoiditis diakibatkan oleh menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid. Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas (maligna).
        Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik
B.    Saran
        Mastoiditis merupakan penyakit yang rawan menyerang kita. Maka dari itu disarankan agar setiap individu waspada terhadap timbulnya mastoiditis dengan cara lebih menjaga kebersihan diri terutama telinga. Jika timbul gejala – gejala mastoiditis segeralah periksa kedokter.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G.L, 1997, BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC
Candra, S. P, 2006, Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Jakarta: EGC
Wilkinson, J. M, 2007, Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC
http://ndrie-askep.blogspot.com/2009/08/askep-mastoiditis.html
http://yudiarpandi01.blogspot.com/2011/08/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html

0 komentar: