BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi virus
hepatitis B yang oleh masyarakat awam dikenal sebagai ‘penyakit kuning’masih
merupakan masalah kesehatan serius sampai saat ini. Infeksi yang terjadi dapat
bersifat sementara (transient), yaitu pada hepatitis B akut. Ini terutama
dijumpai pada penderita dewasa dengan kompetensi imunitas yang baik. Umumnya
penderita hepatitis akut pada orang dewasa akan sembuh secara sempurna ( >
90%). Hanya sebagian kecil yang menetap (permanent) dan menjadi kronik (5 –
10%).
Sebaliknya
jika infeksi terjadi pada masa bayi dan anak-anak, sebagian besar akan menjadi
kronik (pengidap > 90%). Ini disebabkan karena sistem imunologi bayi belum
sempurna dan bersifat toleran terhadap virus. Sebagian dari pengidap ini akan
berkembang menjadi sirosis hati
bahkan karsinoma hepatoseluler primer.
Terdapat suatu fenomena, di mana makin tinggi prevalensi
infeksi hepatitis B di suatu tempat, maka infeksi pada bayi dan anak-anak makin
banyak dijumpai.
selengkapnya atau askep lainnya di SINI
1.2.
Sejarah
Sejak abad 5 SM di Babilonia dan kemudian Hippocrates pada
masa Yunani kuno (460 – 375 SM) telah ditemukan bahwa penyakit kuning ini
bersifat menular sehingga ia menamakannya ‘icterus infection”. Paus Zacharias
pada abad 8 M menganjurkan suatu tindakan untuk pencegahan penularan lebih
lanjut yaitu dengan melakukan isolasi terhadap penderita. Sementara itu
Hippocrates juga sudah menganjurkan konsep imunisasi.
Pada tahun 1885 Lurman menarik kesimpulan adanya epidemi
hepatitis virus yang timbul pada buruh galangan kapal di Bremen setelah
pemberian vaksin cacar yang terbuat dari cairan limfe manusia. Kejadian ini
diperingati sebagai tonggak monumental ditemukannya jenis hepatitis virus yang
transmisinya melalui parenteral.
Flaum pada tahun 1926 melaporkan terjadinya epidemi virus
hepatitis pada klinik penderita diabetes akibat pemakaian alat suntik
terkontaminasi.
Di Brazilia pada awal tahun empat puluhan juga terjadi
epidemi virus hepatitis beberapa saat setelah suntikan vaksin ‘yellow fever’.
Semua epidemi ini baru terjawab oleh Dr. Baruch S. Blumberg
dan asistennya Dr. Barbara Warner. Penyakit ini ternyata disebabkan oleh virus
hepatitis-B. Penemuan antibodi tersebut terjadi secara kebetulan pada waktu
beliau meneliti variasi kimia dalam darah pasien penderita hemofilia yang telah
seringkali menerima transfusi darah. Akhirnya mereka dapat mendeteksi suatu
antigen dalam darah seorang Aborigin Australia. Antigen ini disebut Antigen Australia, yang kini lebih
dikenal dengan nama Antigen permukaan
virus hepatitis-B disingkat HbsAg,
karena letaknya dipermukaan virus hepatitis-B. Penemuan Dr. Blumberg diakui
sebagai penemuan besar sehingga beliau berhasil mendapat hadiah nobel untuk
bidang kedokteran pada tahun 1976.
BAB 2
EPIDEMIOLOGI HEPATITIS-B
2.1. Prevalensi
Saat ini di dunia diperkirakan terdapat 350 juta orang
pengidap HbsAg (carrier), di mana hampir 78% di antaranya tinggal di Asia.
Berdasarkan pola prevalensinya di seluruh dunia maka
hepatitis B dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel 1. Pola prevalensi hepatitis-B di dunia
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
|
Daerah
|
Eropa Barat
Australia
Amerika Utara
Amerika Selatan
|
Mediteranian
Eropa Timur
Rusia
Timur Tengah
Amerika Tengah
Amerika Selatan
Afrika daerah Sahara
|
Cina
Asia Selatan
Afrika (tropis)
Amerika Selatan
Sepanjang sungai
Amazon
|
Prevalensi
Petanda
Infeksi
Hepatitis-B
|
HbsAg 0,2-0,5 %
Anti HBs 4-6 %
|
HbsAg 2-7 %
Anti HBs 20-55 %
|
HbsAg 7-20 %
Anti HBs 70-95 %
|
Frekwensi
Infeksi
Neonatus
dan anak-anak
|
Jarang
|
Sering
|
Sangat
sering
|
Pemeriksaan petanda hepatitis-B untuk pertama kali dilakukan
pada tahun 1972, di mana sejumlah sampel darah diambil dari pekerja proyek
bendungan Karangkates ( Jawa Timur ) didapat angka prevalensi 5,7% dan dari 352
donor darah Jakarta yang kemudian dianalisa dengan metode Hemaglutinasi,
hasilnya menunjukkan angka prevalensi 4,9%. Temuan ini telah diakui sebagai
titik awal era penelitian hepatitis-B di Indonesia.
Pada awal tahun 1993 telah dilakukan pemeriksaan HbsAg dan
Anti HbsAg pada sejumlah 5009 sampel darah yang diambil dari karyawan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ternyata hasil yang didapat adalah HbsAg 4,59% dan
Anti HbsAg 35,72%.
Data terbaru lain ialah dari hasil penelitian donor darah
dengan bantuan PMI yang menggunakan metode Elisa oleh
NAMRU ( Naval American Research
Unit 2 ) dengan hasil seperti terlihat di bawah ini.
Tabel 2. Prevalensi
HbsAg donor darah di beberapa daerah di Indonesia
Lokasi
|
Jumlah subjek
diteliti
|
Jumlah
HbsAg (+)
|
%
|
Medan
|
196
|
14
|
7,14
|
Padang
|
186
|
13
|
7
|
Bandung
|
500
|
21
|
4,2
|
Pontianak
|
199
|
11
|
5,52
|
Banjarmasin
|
200
|
5
|
2,5
|
Palangkaraya
|
200
|
12
|
6
|
Ujung Pandang
|
300
|
45
|
15
|
Menado
|
198
|
18
|
9,1
|
Palu
|
196
|
24
|
12,24
|
Bali
|
300
|
8
|
8
|
Dili
|
94
|
34
|
36,17
|
Kupang
|
82
|
21
|
25,61
|
Mataram
|
197
|
41
|
20,81
|
Total
|
2848
|
267
|
9,38
|
Menurut laporan WHO pada
International Conference on Prospects for Eradication of Hepatitis-B Virus
tahun 1989, angka kematian yang diakibatkan oleh infeksi virus hepatitis-B
adalah sebagai berikut :
2.2. Virus Hepatitis-B
Virus
hepatitis-B merupakan virus DNA berukuran 42 nm (nanometer), tergolong ke dalam
hepatna virus.
Virus ini mempunyai 3 bentuk,
yaitu : partikel bentuk spheris
berdiameter 22 nanometer, partikel bentuk tubular
(filamen) berdiameter 22 nanometer dengan panjang 200 – 499 nanometer serta
partikel Dane.
bentuk dan struktur virus hepatitis-B
Ketiga bentuk
virus tersebut mempunyai sifat antigenik yang sama, yaitu :
Stabil di dalam darah, plasma dan
serum, serta dapat bertahan lama dalam variasi temperatur yang besar dan
berbagai tingkat kelembaban udara. HbsAg akan hilang bila dipanaskan pada suhu
85 C selama 1 jam atau selama 5 menit
pada suhu 100 C. Stabil pada temperatur - 20 C
lebih dari 29 tahun, sedangkan pada suhu 37
C stabil selama 60 menit. Tetapi ia akan mati pada air mendidih
(100 C) dan juga mati terhadap zat kimia
kronik.
HbsAg stabil
pada pH 6,4 selama 6 jam, tetapi infektifitasnya hilang.
Natrium hipokloride 0,5% akan merusak
antigenitasnya selama 3 menit.
HbsAg tidak rusak oleh sinar
ultra violet. Pada radiasi darah maupun plasma infektifitasnya tidak
terpengaruh.
2.3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi
virus hepatitis-B berkisar antara 28 – 180 hari, tetapi yang umum adalah 60 –
110 hari. Penularan parenteral dari virus hepatitia-B mempunyai masa inkubasi
(masa tunas) lebih singkat.
2.4. Sumber dan Cara
Penularan
Virus
hepatitis-B mempunyai lingkungan tertentu untuk tinggal, jika batas
kelangsungan hidupnya telah berakhir pada suatu tuan rumah tertentu ia akan
mencari host (tuan rumah) baru. Kultur virus hepatitis-B dalam jaringan sampai
saat ini belum berhasil dilakukan.
Ada beberapa
cairan dan sekresi manusia yang potensial untuk menjadi sumber penularan virus
ini, yaitu :
1. Darah
2. Air
seni
3. Tinja
dan Sekresi usus
4. Air
liur dan sekresi Nasofaring
5. Semen,
Sekresi vagina dan Darah menstruasi
6. Air
susu, Keringat dan berbagai cairan tubuh lain
Hepatitis-B
merupakan penyakit pada manusia. Penelitian HbsAg pada binatang tidak memberikan
hasil. Secara eksperimen hanya chimpanse yang terbukti peka.
Ditemukannya
HbsAg saja di dalam serum tidak berarti bahwa hal itu suatu tanda infektifitas.
Adanya HbsAg tidak paralel dengan adanya partikel virus hepatitis-B lengkap.
Demikian juga sebaliknya, tidak ditemukannya HbsAg pada infeksi virus
hepatitis-B akut tidak selalu berarti bahwa tidak ada partikel virus
hepatitis-B lengkap. Tidak ditemukannya HbsAg ini adalah sebagai akibat test
yang tidak peka. Dengan cara pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dimungkinkan untuk mendeteksi virus
dalam kadarnya yang sangat rendah.
HbsAg bukan
petanda pasti keadaan infektifitas, HbeAg dan HBV DNA lebih mencerminkan adanya
partikel virus hepatitis-B lengkap dan berhubungan dengan keadaan
inefektifitas.
Cara
penyebaran (transmisi) virus hepatitis-B secara garis besar dapat dibagi dalam
2 cara, yaitu secara horizontal
(melalui kulit dan selaput lendir) dan vertikal
(antara ibu dan anak pada masa perinatal).
A. Penularan
melalui kulit (perkutan)
Terjadi jika bahan
yang mengandung HbsAg / partikel virus hepatitis-B masuk ke dalam kulit yang
tidak sehat. Terdapat 2 keadaan ini :
1. Penularan
perkutan yang nyata
Jika
bahan yang infeksius masuk melewati kulit ( misalnya penyuntikan darah atau
bahan yang berasal dari darah, baik secara iv atau tusukan jarum).
Contoh :
- Hepatitis pasca transfusi
-
Hemodialisa
-
Alat suntik (yang tidak steril)
2. Penularan
perkutan tidak nyata
Penularan
seperti ini bisa terjadi dari kenyataan bahwa banyak penderita mendapat virus
hepatitis-B tetapi tidak dapat mengingat pernahkah ia mengalami trauma pada
kulit atau hal lain.
Virus
hepatitis-B tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun dapat melalui kulit
yang mengalami kelainan dermatologik (mikrolesi).
B. Melalui
selaput lendir (peroral, seksual)
Terdapat
2 jalan :
1. Penularan
peroral
Ini
terjadi jika bahan yang infeksius mengenai selaput lendir mulut. Penularan
timbul pada mereka yang mengalami luka di dalam mulutnya, seperti : pada
praktek dokter gigi.
2. Penularan
seksual
Cara ini
terjadi melalui kontak seksual dengan selaput lendir saluran genital, akibat
hubungan seksual dengan individu mengandung HbsAg yang bersifat infeksius.
Cara A
dan B disebut penularan secara horizontal.
C. Penularan
perinatal (transmisi vertikal)
Cara ini disebut juga penularan maternal
neonatal. Proses infeksi virus hepatitis-B dapat terjadi pada saat :
J Di
dalam uterus (in utero)
J Sewaktu
persalinan
J Pasca
persalinan
Dikenal
beberapa teori yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi hepatitis-B
secara vertikal dari ibu ke anak, yaitu :
1. Transfusi
materno Fetal
2. Perpindahan
virus melalui placenta
3. Inoculum
yang tertelan oleh janin
4. Kontaminasi
abrasi/ laserasi pada kulit/ selaput lendir
5. Melalui
kolostrum
Penularan secara
vertikal ini dapat terjadi dari ibu dengan
hepatitis-B akut maupun pengidap
hepatitis-B kronik.
Penularan
perinatal ini merupakan masalah yang besar di negara-negara dimana terdapat
prevalensi infeksi virus hepatitis-B yang tinggi dengan prevalensi HbeAg yang
tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positipo akan
terkena infeklsi pada bulan ke-2 dan ke-3 dari kehidupannya. HbeAg pada ibu
sangat memegang peranan penting untuk penularan. Sebaliknya walaupun ibu
mengandung HbsAg positip namun jika HbeAg dalam darah negatip, maka daya
tularnya menjadi rendah.
2. 5. Reaksi tubuh terhadap infeksi virus hepatitis-B
HbsAg
disintesis pada sitoplasma sel hati dan kemudian dilepaskan ke dalam aliran
darah. Adanya HbsAg di dalam darah merupakan petunjuk paling dini infeksi virus
hepatitis-B yang sedang berlangsung. HbsAg sudah dapat ditemukan dalam darah
pada masa inkubasi dan titer tertinggi dicapai pada saat timbulnya gejala
klinis atau setelah aktivitas enzim transaminase serum (Alanin transaminase / SGPT
dan Aspartat transaminase / SGOT) menjadi normal.
HbsAg
umumnya menetap selama gejala klinis masih ada dan mulai menghilang 3 bulan
kemudian. HbsAg yang menetap selama 6 bulan atau lebih menunjukkan adanya
infeksi virus hepatitis-B yang kronik persisten atau penderita menjadi carrier.
Anti
HbsAg muncul pada fase penyembuhan yaitu beberapa waktu setelah HbsAg
menghilang dari sistem peredaran darah. Anti HBs merupakan parameter
penyembuhan serta perlindungan terhadap infeksi virus hepatitis-B berikutnya.
2.6. Vaksin hepatitis-B
Vaksin
hepatitis-B pertama kali ditemukan oleh Krugman pada tahun 1976. Sejak tahun
1980 vaksin hepatitis-B dari generasi pertama yang berasal dari plasma telah
mulai beredar dan terbukti dapatr mencegah infeksi virus tersebut.
Pada
saat ini telah beredar pula beberapa jenis vaksin hepatitis-B baik dari
generasi pertama (dari plasma) maupun yang berasal dari generasi kedua turunan
ragi (merupakan hasil rekayasa genetika dan harganya sangat mahal).
Pemberian
imunisasi hepatitis-B ditujukan untuk merangsang tubuh membentuk zat kekebalan
(antibodi) spesifik yang disebut Anti HBs (serokonversi). Level anti HBs
protektif yang ingin dicapai adalah minimal
10 mIU/ ml
(seroprotektif).
Pemberian
imunisasi hepatitis-B dengan dosis yang tepat mampu memberikan serokonversi
dengan titer jauh di atas titer protektif. Dengan interval satu bulan antara
dosis pertama dengan dosis kedua atau antara dosis kedua dan ketiga, maupun
perpanjangan interval antara dosis kedua dan ketiga menjadi 5 bulan (maksimal),
akan menghasilkan titer rata-rata yang optimal untuk memberikan perlindungan.
BAB 3
GEJALA PENYAKIT DAN DIAGNOSIS
3.1.
Gejala Penyakit
Masuknya
virus hepatitis-B ke dalam tubuh seseorang dapat menimbulkan penyakit mulai
dari asimtomatik (tanpa keluhan), subklinik, hepatitis akut sampai kronik,
pengerasan hati (sirosis hepatis) sampai karsinoma hati primer. Gejala dan
tanda penyakit hepatitis-B adalah sebagai berikut :
-
Selera makan hilang
-
Rasa tidak enak di perut
-
Mual sampai muntah
-
Demam tidak tinggi
-
Kadang-kadang disertai nyeri sendi
-
Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi
hati)
-
Bagian putih pada mata (sklera) tampak kuning
-
Kulit seluruh tubuh tampak kuning
-
Air seni berwarna coklat seperti air the
Pada orang dewasa sebagian besar
infeksi virus hepatitis-B akut akan sembuh dan hanya sebagian kecil (5 – 10%)
yang akan menetap/ menahun.
Pada kasus yang menahun :
-
manifestasi bisa tanpa keluhan/ gejala atau dengan
keluhan/ gejala ringan
-
diagnosis umumnya ditemukan pada waktu mengadakan
konsultasi ke dokter, hasil laboratorium menunjukkan peninggian SGPT/ SGOT atau
adanya HbsAg positip dalam darah.
3.2.
Diagnosis
Untuk
mendiagnosis hepatitis-B, selain dengan tanda dan gejala di atas harus dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium, karena penyebab penyakit kuning sangat
bervariasi, yaitu :
-
Hepatitis yang disebabkan karena alkohol (Alkoholic
hepatitis)
-
Hepatitis karena komplikasi penyakit lain (misal :
Hepatitis tiphosa)
-
Hepatitis karena parasit (Cytomegalo virus, Epstein
barr virus)
-
Hepatitis virus (Hepatitis A, B, C, D, E, F)
-
Hepatitis yang disebabkan karena kelainan empedu
(Cholestasis)
Di
negara kita sekitar 59 –60% penduduk dewasa pernah terpapar oleh virus
hepatitis-B. Tetapi mereka umumnya tidak pernah sakit, bahkan memperoleh
kekebalan. 25% lainnya jatuh sakit dengan gejala seperti di atas. 10% sisanya
infeksi menjadi kronik dan mereka disebut pengidap.
Dari
angka-angka tersebut sebagian para ahli berpendapat bahwa penyakit hepatitis-B
merupakan salah satu masalah kesehatan besar. Menurut klasifkasi WHO Indonesia
termasuk daerah dengan tingkat penularan endemis sedang sampai tinggi. Ini
berarti bahwa infeksi banyak terjadi pada bayi dan anak.
0 komentar:
Post a Comment