HEPATITIS B

 

Infeksi virus hepatitis B yang oleh masyarakat awam dikenal sebagai ‘penyakit kuning’masih merupakan masalah kesehatan serius sampai saat ini. Infeksi yang terjadi dapat bersifat sementara (transient), yaitu pada hepatitis B akut. Ini terutama dijumpai pada penderita dewasa dengan kompetensi imunitas yang baik. Umumnya penderita hepatitis akut pada orang dewasa akan sembuh secara sempurna ( > 90%). Hanya sebagian kecil yang menetap (permanent) dan menjadi kronik (5 – 10%).

Sebaliknya jika infeksi terjadi pada masa bayi dan anak-anak, sebagian besar akan menjadi kronik (pengidap > 90%). Ini disebabkan karena sistem imunologi bayi belum sempurna dan bersifat toleran terhadap virus. Sebagian dari pengidap ini akan berkembang menjadi sirosis hati bahkan karsinoma hepatoseluler primer.

Terdapat suatu fenomena, di mana makin tinggi prevalensi infeksi hepatitis B di suatu tempat, maka infeksi pada bayi dan anak-anak makin banyak dijumpai.

 

1.2. Sejarah

 

Sejak abad 5 SM di Babilonia dan kemudian Hippocrates pada masa Yunani kuno (460 – 375 SM) telah ditemukan bahwa penyakit kuning ini bersifat menular sehingga ia menamakannya ‘icterus infection”. Paus Zacharias pada abad 8 M menganjurkan suatu tindakan untuk pencegahan penularan lebih lanjut yaitu dengan melakukan isolasi terhadap penderita. Sementara itu Hippocrates juga sudah menganjurkan konsep imunisasi.

Pada tahun 1885 Lurman menarik kesimpulan adanya epidemi hepatitis virus yang timbul pada buruh galangan kapal di Bremen setelah pemberian vaksin cacar yang terbuat dari cairan limfe manusia. Kejadian ini diperingati sebagai tonggak monumental ditemukannya jenis hepatitis virus yang transmisinya melalui parenteral.

Flaum pada tahun 1926 melaporkan terjadinya epidemi virus hepatitis pada klinik penderita diabetes akibat pemakaian alat suntik terkontaminasi.

Di Brazilia pada awal tahun empat puluhan juga terjadi epidemi virus hepatitis beberapa saat setelah suntikan vaksin ‘yellow fever’.

Semua epidemi ini baru terjawab oleh Dr. Baruch S. Blumberg dan asistennya Dr. Barbara Warner. Penyakit ini ternyata disebabkan oleh virus hepatitis-B. Penemuan antibodi tersebut terjadi secara kebetulan pada waktu beliau meneliti variasi kimia dalam darah pasien penderita hemofilia yang telah seringkali menerima transfusi darah. Akhirnya mereka dapat mendeteksi suatu antigen dalam darah seorang Aborigin Australia. Antigen ini disebut Antigen Australia, yang kini lebih dikenal dengan nama Antigen permukaan virus hepatitis-B disingkat HbsAg, karena letaknya dipermukaan virus hepatitis-B. Penemuan Dr. Blumberg diakui sebagai penemuan besar sehingga beliau berhasil mendapat hadiah nobel untuk bidang kedokteran pada tahun 1976.


BAB 2

 

EPIDEMIOLOGI  HEPATITIS-B

 

2.1. Prevalensi

 

Saat ini di dunia diperkirakan terdapat 350 juta orang pengidap HbsAg (carrier), di mana hampir 78% di antaranya tinggal di Asia.

Berdasarkan pola prevalensinya di seluruh dunia maka hepatitis B dikelompokkan sebagai berikut :

 

Tabel 1. Pola prevalensi hepatitis-B di dunia

 

 

Rendah

Sedang

Tinggi

Daerah

Eropa Barat

Australia

Amerika Utara

Amerika Selatan

Mediteranian

Eropa Timur

Rusia

Timur Tengah

Amerika Tengah

Amerika Selatan

Afrika daerah Sahara

Cina

Asia Selatan

Afrika (tropis)

Amerika Selatan

Sepanjang sungai  

             Amazon

Prevalensi

Petanda

Infeksi

Hepatitis-B

HbsAg  0,2-0,5 %

Anti HBs  4-6 %

HbsAg  2-7 %

Anti HBs  20-55 %

HbsAg  7-20 %

Anti HBs 70-95 %

Frekwensi

Infeksi

Neonatus

dan anak-anak

Jarang

Sering

Sangat sering

 

Pemeriksaan petanda hepatitis-B untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1972, di mana sejumlah sampel darah diambil dari pekerja proyek bendungan Karangkates ( Jawa Timur ) didapat angka prevalensi 5,7% dan dari 352 donor darah Jakarta yang kemudian dianalisa dengan metode Hemaglutinasi, hasilnya menunjukkan angka prevalensi 4,9%. Temuan ini telah diakui sebagai titik awal era penelitian hepatitis-B di Indonesia.

Pada awal tahun 1993 telah dilakukan pemeriksaan HbsAg dan Anti HbsAg pada sejumlah 5009 sampel darah yang diambil dari karyawan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ternyata hasil yang didapat adalah HbsAg 4,59% dan Anti HbsAg 35,72%.

Data terbaru lain ialah dari hasil penelitian donor darah dengan bantuan PMI yang  menggunakan  metode Elisa  oleh  NAMRU ( Naval American Research

Unit 2 ) dengan hasil seperti terlihat di bawah ini.

 

Tabel 2. Prevalensi HbsAg donor darah di beberapa daerah di Indonesia

Lokasi

Jumlah subjek

diteliti

Jumlah

HbsAg (+)

%

Medan

196

14

7,14

Padang

186

13

7

Bandung

500

21

4,2

Pontianak

199

11

5,52

Banjarmasin

200

5

2,5

Palangkaraya

200

12

6

Ujung Pandang

300

45

15

Menado

198

18

9,1

Palu

196

24

12,24

Bali

300

8

8

Dili

94

34

36,17

Kupang

82

21

25,61

Mataram

197

41

20,81

Total

2848

267

9,38

 

Menurut laporan WHO pada International Conference on Prospects for Eradication of Hepatitis-B Virus tahun 1989, angka kematian yang diakibatkan oleh infeksi virus hepatitis-B adalah sebagai berikut :

 

 

2.2. Virus Hepatitis-B

 

Virus hepatitis-B merupakan virus DNA berukuran 42 nm (nanometer), tergolong ke dalam hepatna virus.

Virus ini mempunyai 3 bentuk, yaitu : partikel bentuk spheris berdiameter 22 nanometer, partikel bentuk tubular (filamen) berdiameter 22 nanometer dengan panjang 200 – 499 nanometer serta partikel Dane.

 

     Gambar berbagai bentuk dan struktur virus hepatitis-B

 

 

Ketiga bentuk virus tersebut mempunyai sifat antigenik yang sama, yaitu :

Stabil di dalam darah, plasma dan serum, serta dapat bertahan lama dalam variasi temperatur yang besar dan berbagai tingkat kelembaban udara. HbsAg akan hilang bila dipanaskan pada suhu 85  C selama 1 jam atau selama 5 menit pada suhu 100   C.  Stabil pada temperatur  - 20  C lebih dari 29 tahun, sedangkan pada suhu 37  C stabil selama 60 menit. Tetapi ia akan mati pada air mendidih (100  C) dan juga mati terhadap zat kimia kronik.

HbsAg stabil pada pH 6,4 selama 6 jam, tetapi infektifitasnya hilang.

Natrium hipokloride 0,5% akan merusak antigenitasnya selama 3 menit.

HbsAg tidak rusak oleh sinar ultra violet. Pada radiasi darah maupun plasma infektifitasnya tidak terpengaruh.

 

2.3. Masa Inkubasi

 

Masa inkubasi virus hepatitis-B berkisar antara 28 – 180 hari, tetapi yang umum adalah 60 – 110 hari. Penularan parenteral dari virus hepatitia-B mempunyai masa inkubasi (masa tunas) lebih singkat.

 

2.4. Sumber dan Cara Penularan

 

Virus hepatitis-B mempunyai lingkungan tertentu untuk tinggal, jika batas kelangsungan hidupnya telah berakhir pada suatu tuan rumah tertentu ia akan mencari host (tuan rumah) baru. Kultur virus hepatitis-B dalam jaringan sampai saat ini belum berhasil dilakukan.

Ada beberapa cairan dan sekresi manusia yang potensial untuk menjadi sumber penularan virus ini, yaitu :

1. Darah

2. Air seni

3. Tinja dan Sekresi usus

4. Air liur dan sekresi Nasofaring

5. Semen, Sekresi vagina dan Darah menstruasi

6. Air susu, Keringat dan berbagai cairan tubuh lain

 

Hepatitis-B merupakan penyakit pada manusia. Penelitian HbsAg pada binatang tidak memberikan hasil. Secara eksperimen hanya chimpanse yang terbukti peka.

Ditemukannya HbsAg saja di dalam serum tidak berarti bahwa hal itu suatu tanda infektifitas. Adanya HbsAg tidak paralel dengan adanya partikel virus hepatitis-B lengkap. Demikian juga sebaliknya, tidak ditemukannya HbsAg pada infeksi virus hepatitis-B akut tidak selalu berarti bahwa tidak ada partikel virus hepatitis-B lengkap. Tidak ditemukannya HbsAg ini adalah sebagai akibat test yang tidak peka. Dengan cara pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dimungkinkan untuk mendeteksi virus dalam kadarnya yang sangat rendah.

HbsAg bukan petanda pasti keadaan infektifitas, HbeAg dan HBV DNA lebih mencerminkan adanya partikel virus hepatitis-B lengkap dan berhubungan dengan keadaan inefektifitas.

Cara penyebaran (transmisi) virus hepatitis-B secara garis besar dapat dibagi dalam 2 cara, yaitu secara horizontal (melalui kulit dan selaput lendir) dan vertikal (antara ibu dan anak pada masa perinatal).

A. Penularan melalui kulit (perkutan)

Terjadi jika bahan yang mengandung HbsAg / partikel virus hepatitis-B masuk ke dalam kulit yang tidak sehat. Terdapat 2 keadaan ini :

1. Penularan perkutan yang nyata

Jika bahan yang infeksius masuk melewati kulit ( misalnya penyuntikan darah atau bahan yang berasal dari darah, baik secara iv atau tusukan jarum).

 

Contoh : -     Hepatitis pasca transfusi

Hemodialisa

Alat suntik (yang tidak steril)

 

2. Penularan perkutan tidak nyata

Penularan seperti ini bisa terjadi dari kenyataan bahwa banyak penderita mendapat virus hepatitis-B tetapi tidak dapat mengingat pernahkah ia mengalami trauma pada kulit atau hal lain.

Virus hepatitis-B tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun dapat melalui kulit yang mengalami kelainan dermatologik (mikrolesi).

 

B. Melalui selaput lendir (peroral, seksual)

Terdapat 2 jalan :

1. Penularan peroral

Ini terjadi jika bahan yang infeksius mengenai selaput lendir mulut. Penularan timbul pada mereka yang mengalami luka di dalam mulutnya, seperti : pada praktek dokter gigi.

2. Penularan seksual

Cara ini terjadi melalui kontak seksual dengan selaput lendir saluran genital, akibat hubungan seksual dengan individu mengandung HbsAg yang bersifat infeksius.

Cara A dan B disebut penularan secara horizontal.

 

C. Penularan perinatal (transmisi vertikal)

 Cara ini disebut juga penularan maternal neonatal. Proses infeksi virus hepatitis-B dapat terjadi pada saat :

Di dalam uterus (in utero)

Sewaktu persalinan

Pasca persalinan

Dikenal beberapa teori yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi hepatitis-B secara vertikal dari ibu ke anak, yaitu :

1. Transfusi materno Fetal

2. Perpindahan virus melalui placenta

3. Inoculum yang tertelan oleh janin

4. Kontaminasi abrasi/ laserasi pada kulit/ selaput lendir

5. Melalui kolostrum              

Penularan secara vertikal ini dapat terjadi dari ibu dengan hepatitis-B akut maupun pengidap hepatitis-B kronik.

Penularan perinatal ini merupakan masalah yang besar di negara-negara dimana terdapat prevalensi infeksi virus hepatitis-B yang tinggi dengan prevalensi HbeAg yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positipo akan terkena infeklsi pada bulan ke-2 dan ke-3 dari kehidupannya. HbeAg pada ibu sangat memegang peranan penting untuk penularan. Sebaliknya walaupun ibu mengandung HbsAg positip namun jika HbeAg dalam darah negatip, maka daya tularnya menjadi rendah.

 

2. 5. Reaksi tubuh terhadap infeksi virus hepatitis-B  

 

HbsAg disintesis pada sitoplasma sel hati dan kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah. Adanya HbsAg di dalam darah merupakan petunjuk paling dini infeksi virus hepatitis-B yang sedang berlangsung. HbsAg sudah dapat ditemukan dalam darah pada masa inkubasi dan titer tertinggi dicapai pada saat timbulnya gejala klinis atau setelah aktivitas enzim transaminase serum (Alanin transaminase  / SGPT dan Aspartat transaminase / SGOT) menjadi normal.

HbsAg umumnya menetap selama gejala klinis masih ada dan mulai menghilang 3 bulan kemudian. HbsAg yang menetap selama 6 bulan atau lebih menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis-B yang kronik persisten atau penderita menjadi carrier.

Anti HbsAg muncul pada fase penyembuhan yaitu beberapa waktu setelah HbsAg menghilang dari sistem peredaran darah. Anti HBs merupakan parameter penyembuhan serta perlindungan terhadap infeksi virus hepatitis-B berikutnya.

 

2.6. Vaksin hepatitis-B

 

Vaksin hepatitis-B pertama kali ditemukan oleh Krugman pada tahun 1976. Sejak tahun 1980 vaksin hepatitis-B dari generasi pertama yang berasal dari plasma telah mulai beredar dan terbukti dapatr mencegah infeksi virus tersebut.

Pada saat ini telah beredar pula beberapa jenis vaksin hepatitis-B baik dari generasi pertama (dari plasma) maupun yang berasal dari generasi kedua turunan ragi (merupakan hasil rekayasa genetika dan harganya sangat mahal).

Pemberian imunisasi hepatitis-B ditujukan untuk merangsang tubuh membentuk zat kekebalan (antibodi) spesifik yang disebut Anti HBs (serokonversi). Level anti HBs protektif yang ingin dicapai adalah minimal

10 mIU/ ml (seroprotektif).

Pemberian imunisasi hepatitis-B dengan dosis yang tepat mampu memberikan serokonversi dengan titer jauh di atas titer protektif. Dengan interval satu bulan antara dosis pertama dengan dosis kedua atau antara dosis kedua dan ketiga, maupun perpanjangan interval antara dosis kedua dan ketiga menjadi 5 bulan (maksimal), akan menghasilkan titer rata-rata yang optimal untuk memberikan perlindungan.


BAB 3

 

GEJALA PENYAKIT DAN DIAGNOSIS

 

 

3.1. Gejala Penyakit

 

Masuknya virus hepatitis-B ke dalam tubuh seseorang dapat menimbulkan penyakit mulai dari asimtomatik (tanpa keluhan), subklinik, hepatitis akut sampai kronik, pengerasan hati (sirosis hepatis) sampai karsinoma hati primer. Gejala dan tanda penyakit hepatitis-B adalah sebagai berikut :

Selera makan hilang

Rasa tidak enak di perut

Mual sampai muntah

Demam tidak tinggi

Kadang-kadang disertai nyeri sendi

Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi hati)

Bagian putih pada mata (sklera) tampak kuning

Kulit seluruh tubuh tampak kuning

Air seni berwarna coklat seperti air the

Pada orang dewasa sebagian besar infeksi virus hepatitis-B akut akan sembuh dan hanya sebagian kecil (5 – 10%) yang akan menetap/ menahun.

Pada kasus yang menahun :

manifestasi bisa tanpa keluhan/ gejala atau dengan keluhan/ gejala ringan

diagnosis umumnya ditemukan pada waktu mengadakan konsultasi ke dokter, hasil laboratorium menunjukkan peninggian SGPT/ SGOT atau adanya HbsAg positip dalam darah.

3.2. Diagnosis

 

Untuk mendiagnosis hepatitis-B, selain dengan tanda dan gejala di atas harus dibantu dengan pemeriksaan laboratorium, karena penyebab penyakit kuning sangat bervariasi, yaitu :

Hepatitis yang disebabkan karena alkohol (Alkoholic hepatitis)

Hepatitis karena komplikasi penyakit lain (misal : Hepatitis tiphosa)

Hepatitis karena parasit (Cytomegalo virus, Epstein barr virus)

Hepatitis virus (Hepatitis A, B, C, D, E, F)

Hepatitis yang disebabkan karena kelainan empedu (Cholestasis)

Di negara kita sekitar 59 –60% penduduk dewasa pernah terpapar oleh virus hepatitis-B. Tetapi mereka umumnya tidak pernah sakit, bahkan memperoleh kekebalan. 25% lainnya jatuh sakit dengan gejala seperti di atas. 10% sisanya infeksi menjadi kronik dan mereka disebut pengidap.

Dari angka-angka tersebut sebagian para ahli berpendapat bahwa penyakit hepatitis-B merupakan salah satu masalah kesehatan besar. Menurut klasifkasi WHO Indonesia termasuk daerah dengan tingkat penularan endemis sedang sampai tinggi. Ini berarti bahwa infeksi banyak terjadi pada bayi dan anak.

0 komentar: