Eman (33) seorang guru honorer di salah satu SMP Negeri di Bandar Lampung dituntut hukuman penjara 13 tahun dalam kasus pencabulan yang ia lakukan pada seorang siswinya.

Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa, 27 November 2018.
Eman yang tersandung kasus perbuatan cabul siswinya sendiri berinisial TA (14) menjalani sidang tertutup dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain tuntutan penjara 13 tahun, JPU Evy Hernida pun menuntut Eman dengan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, JPU mengungkapkan hal yang memberatkan terdakwa bahwa perbuatannya telah mengakibatkan trauma psikis terhadap saksi korban.

Sementara hal yang meringankan, perbuatan terdakwa bersikap sopan di persidangan dan terdakwa mengakui perbuatanya dan terdakwa juga tidak akan mengulanginya lagi.
"Meyakinkan terdakwa Eman benar melakukan tindak pidana perlindungan anak, sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Eman dengan pidana penjara selama 13 tahun," ujar Jaksa.
Sebelumnya diberitakan, Guru Honorer disalah satu SMP negeri di Bandar Lampung Eman (33) yang didakwa telah melanggar pasal 81 Ayat (2) UU RI Nomor 17 tahun 2006 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2006 tentang perubahan kedua UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, lantaran telah merudapaksa anak muridnya sendiri TA (16).
Dalam persidangan sebelumnya terungkap, saksi TA mengaku sudah beberapa kali dirudapaksa oleh terdakwa yang tidak lain adalah gurunya.
"Bahkan dalam pengakuan saksi korban, terdakwa mengancam saksi korban (TA) jika tidak menuruti," ungkapnya.
JPU mengatakan jika Eman hanya seorang guru ekstrakurikuler yang mengajar olahraga bola voli di sekolah saksi korban.
"Kalau ancaman tidak naik kelas atau mendapat nilai buruk tidak ada dalam kesaksian saksi korban," bebernya.
Adapun dalam dakwaan Eman, JPU menuturkan jika terdakwa telah merudapaksa anak didiknya TA sebanyak empat kali sejak 5 Mei 2018 hingga 22 Juli 2018.
"Awalnya terdakwa mengirimkan pesan ke saksi korban dengan alasan ada hal penting yang ingin dibicarakan," kata JPU.
Akhirnya pada hari Sabtu 5 Mei 2018, keduanya bertemu di salah satu pantai di daerah Telukbetung Timur.
"Sampai di lokasi ternyata tidak ada pembicaraan, namun terdakwa melakukan perbuatannya (rudapaksa) di semak-semak, TA sempat melawan tapi karena kalah kekuatan dia pun pasrah," sebutnya.
Perbuatan terdakwa berlanjut pada Sabtu 12 Mei 2018, yang mana setelah berlatih voli, namun kali ini karena takut TA hamil, terdakwa memberikan jamu.
Namun TA menolak, dan perbuatan bejat terdakwa kembali terulang.
Tak cukup disitu saja, pada hari Kamis 21 Juni 2018, dengan alasan yang sama hendak membicarakan hal penting terdakwa dengan TA bertemu di kawasan pantai wisata di Telukbetung Timur.
"Disana saksi pelaku memberikan buah nanas, tapi lagi-lagi ditolak. Dan terdakwa kembali melakukan perbuatan cabul lagi," ujar JPU.
Perbuatan bejat ini pun terakhir dilakukan pada Minggu 22 Juli 2018 di lokasi yang sama di Telukbetung Timur. Namun setelah perbuatan bejat tersebut terjadi TA mengeluh sakit di perut dan alat vitalnya.
Dari hasil pemeriksaan visum et repertum RSUDAM 357/459/A/VII/0.2/4.13/VII/2018 tertanggal 31 Juli 2018 alat vital korban ditemukan luka robek pada selaput darahnya.
Terpisah, kuasa hukum terdakwa Dedy Irawan mengatakan, jika Eman tak kuat menahan nafsunya setelah tidak bisa berhubungan badan dengan istrinya karena hamil tua.
"Korban tak lain anak didiknya dalam ekstrakurikuler bola voli dan terdakwa juga mengakui semua dakwaan jaksa, dan dia (terdakwa khilaf)," sebutnya.
Saat ditanya soal pemberian jamu dan buah nanas, Dedy mengatakan jika kliennya takut kalau korban berbadan dua.
"Ya karena takut itu, terdakwa memberikan jamu. Dengan harapan agar korban tidak hamil. Tapi faktanya tidak (hamil)," tandas pengacara posbakum ini. (hanif mustafa)

0 komentar: